Hal ini agak jauh dari kebenaran.
Perkara ini ada disebutkan para ulama yang tidak menutup kepala bagi lelaki
sewaktu keluar rumah mengurangkan wibawanya saja.
وَالْمُرُوءَةُ تَخَلُّقٌ بِخُلُقِ أَمْثَالِهِ فِي زَمَانِهِ وَمَكَانِهِ، فَالْأَكْلُ فِي سُوقٍ، وَالْمَشْيُ مَكْشُوفَ الرَّأْسِ، وَقُبْلَةُ زَوْجَةٍ وَأَمَةٍ بِحَضْرَةِ النَّاسِ، وَإِكْثَارُ حِكَايَاتٍ مُضْحِكَةٍ، وَلُبْسُ فَقِيهٍ قُبَاءَ وَقَلَنْسُوَةٍ حَيْثُ لَا يُعْتَادُ، وَإِكْبَابٌ عَلَى لَعِبِ الشِّطْرَنْجِ أَوْ غِنَاءٍ أَوْ سَمَاعِهِ، وَإِدَامَةُ رَقْصٍ يُسْقِطُهَا، وَالْأَمْرُ فِيهِ يَخْتَلِفُ بِالْأَشْخَاصِ وَالْأَحْوَالِ وَالْأَمَاكِنِ،
Keperwiraan (wibawa) adalah
beretika sesuai dengan kalangan, waktu dan tempatnya. Kerananya seperti makan
dipasar, berjalan dengan kepala terbuka, mencium isteri atau amat
(sahaya wanita) dihadapan orang, banyak bercerita yang membuat tertawa, memakai
pakaian laksana orang ahli fiqh Qubba, memakai penutup kepala yang tidak
menjadi kebiasaan (setempat), hobi bermain catur, bernyanyi atau mendengarkannya,
dan hobi berjoget dapat meruntuhkan keperwiraan. Dan segalanya memang berbeza-beza
sesuai karakter, situasi dan keadaannya (Minhaj Thalibin an-Nawawi, Kitab
Syahadat hal. 345).
Dan tidak dipungkiri memang
terdapat teks klasik yang menunjukkan tatasosial budaya masyarakat memandang
enteng/hina bagi seorang lelaki yang tidak menutup kepala dengan
kopiah/serban/songkok dll sebagai orang yang fasik (Ensiklopedi Suku Bangsa di
Indonesia Jilid L-Z hal. 642).
Rujukan
https://al-maktaba.org/book/12096/381
No comments:
Post a Comment