Friday, 29 November 2024

Kisah hamil perempuan mandul di zaman nabi musa as

 

Matan kisah

 

Seorang wanita telah datang kepada Nabi Musa. Wanita itu berkata: “Doalah kepada Tuhanmu agar mengurniakan kepadaku seorang zuriat.” Lalu Nabi Musa meminta kepada Allah akan hal itu. Allah menjawab: “Wahai Musa! Aku telah menetapkannya sebagai seorang wanita yang mandul.” Nabi Musa menyampaikan hal itu kepada wanita tersebut. Selepas beberapa waktu berlalu, Nabi Musa mendapati wanita itu mengendong seorang anak kecil. Nabi Musa bertanya: “Siapakah anak yang bersama dengan kamu itu?.” Wanita itu menjawab: “Ini adalah anakku yang mana Allah telah mengurniakannya kepadaku.” Kemudian Nabi Musa bertanya kepada Allah: “Bukankah Engkau telah tetapkan wanita itu sebagai seorang yang mandul?.” Allah menjawab: “Wahai Musa! setiap kali kutentukan dia adalah seorang yang mandul, dia akan berkata (berdoa): “Wahai al-Rahim (Yang Maha Penyayang)! Setiap kali Kamu tetapkan kepadaku sebagai seorang yang mandul, Wahai Zat Yang Maha Penyayang. Dengan itu, kasih sayang-Ku melebihi daripada ketentuan-Ku.

 

Takhrij

 

Kisah ini tidak ditemui asalnya dan begitu juga tidak ditemukan kisah ini daripada kitab-kitab yang muktabar. Justeru itu, kami cenderung kepada ketidaksahihan kisah ini dan kita tidak boleh sama sekali menisbahkannya kepada Nabi Musa AS.

 

Rujukan

 

Irsyad al-Hadith no. 361

Kisah Dzul Bijadain

  

Di salah satu lereng gunung tersebut yang terletak dekat dengan Yatsrib telah lahir seorang anak bernama Abdul Uzza bin Abd Naham Al Muzani dari kedua orang tua yang miskin.

 

Kelahiran bocah ini sesaat sebelum terbitnya cahaya kebenaran dari Mekkah Al Mukarramah.

 

Akan tetapi kehendak Allah ﷻ telah menetapkan bahawa ayah bocah ini meninggal dunia, padahal bocah tersebut belum juga dapat berjalan. Maka selain menjadi bocah fakir, ia pun kini menjadi anak yatim.

 

Akan tetapi bocah yatim dan fakir ini memiliki seorang paman yang begitu kaya dan memiliki keluasan dalam harta. Paman tadi belum juga mempunyai anak yang menghiasi hidupnya, atau yang dapat mewarisi hartanya. Maka ia begitu senang dengan keponakannya ini. Dan ia menjadikan diri dan hartanya seperti milik bocah tadi, seolah dia adalah anaknya sendiri.

 

❀•◎•

 

Tumbuhlah bocah Al Muzani tadi di pangkuan haribaan gunung Warqan yang lebat dengan bunga. Maka gunung yang segar tersebut memberikan pakaian kesantunan dan kelembutan kepada pemuda ini. Gunung Warqan juga memberikan kejernihannya kepada pemuda ini. Maka tumbuhlah pemuda ini dengan perasaan yang halus, jiwa yang bersih dan fitrah yang suci. Dan ini merupakan salah satu sebab lain yang membuat bapa saudaranya semakin cinta kepadanya.

 

❀•◎•

 

Meskipun pemuda Al Muzani ini sudah tumbuh dewasa sebagaimana para pria dewasa. Akan tetapi dia belum pernah mendengar kabar tentang agama yang baru, dan ia tidak mengetahui sedikitpun informasi tentang pembawa agama ini yaitu Muhammad bin Abdullah ﷺ.

 

Hal itu terus berlangsung sehingga kota Yatsrib merayakan hari bergembiranya dengan kedatangan Rasulullah ﷺ ke sana sebagai seorang yang berhijrah.

 

Maka mulailah pemuda Al Mazini ini mengikuti informasi tentang diri Rasulullah ﷺ dan ia terus memantaunya. Sehingga sering kali ia berdiam diri sepanjang hari di tengah jalan yang menuju Madinah agar ia dapat bertanya kepada orang yang menuju kesana atau kepada orang yang baru saja dari sana tentang agama baru dan para pengikutnya.

 

Iapun sering menanyakan tentang Nabi ﷺ dan informasi tentang dirinya, sehingga Allah ﷻ berkenan melapangkan dadanya yang suci untuk menerima Islam dan membuka hatinya untuk menyerap cahaya iman. Maka bersaksilah pemuda ini bahawa tiada Tuhan selain Allah dan bahawa Muhammad adalah utusan Allah.

 

Hal itu terjadi, sebelum matanya melihat langsung dengan Rasulullah ﷺ atau telinganya mendegarkan sabda-sabda Beliau. Maka dia menjadi orang pertama yang masuk Islam dari kaumnya yang berada di gunung Warqan.

 

Pemuda Al Muzani ini menyembunyikan keislamannya dari kaumnya secara umum dan secara khusus dari bapa saudaranya. Ia sering pergi ke sebuah lereng yang jauh untuk beribadah kepada Allah ﷻ di sebuah sudutnya yang jauh dari pandangan manusia.

 

Ia amat menantikan dengan sangat hari dimana bapa saudaranya akan masuk Islam dan agar ia dapat mengumumkan keislamannya… serta agar ia beserta bapa saudaranya dapat menjumpai Rasulullah ﷺ, setelah sekian lama ia ingin sekali berjumpa dengan Rasul yang menimbulkan rasa rindu dan memenuhi seluruh relung hati dan sanubarinya.

 

Ketika pemuda ini mendapati bahawa kesabarannya telah berlangsung cukup lama, dan bapa saudaranya semakin jauh dari Islam. Dan sudah banyak sekali peperangan yang dilakukan Rasulullah ﷺ yang telah meninggalkannya satu demi satu. Maka ia mengambil keputusan –tanpa berfikir apa yang bakal terjadi pada dirinya- dan ia menghadap bapa saudaranya seraya berkata:

 

Bapa saudara, Aku sudah lama sekali menunggumu agar engkau masuk Islam sehingga habis kesabaranku. Jika engkau berkenan masuk ke dalam Islam dan sehingga Allah menetapkan kebahagian bagimu maka itu amat baik jika engkau lakukan. Jika engkau tidak berkenan, maka izinkanlah aku untuk mengumumkan keislamanku di depan manusia.”

 

Begitu ucapan pemuda ini datang di telinga bapa saudaranya, maka bapa saudaranya langsung emosi dan berkata: “Aku bersumpah demi Lata dan Uzza, jika engkau masuk Islam maka aku akan mengambil semua yang ada di tanganmu yang pernah aku berikan. Dan aku akan membiarkanmu hidup miskin. Dan aku tidak akan perduli bila kau memerlukan atau kelaparan!”

 

Ancaman ini tidak membuat pemuda yang beriman ini menjadi gentar. Dan ia tidak ragu dengan tekad yang sudah ditanamkan. Maka bapa saudaranya meminta bantuan kepada kaumnya untuk menghadapi dirinya. Maka mereka langsung memberikan ancaman dan rayuan kepadanya.

 

Dan ia pun berkata kepada mereka: “Lakukanlah segala yang kalian inginkan, dan aku akan tetap menjadi pengikut Muhammad, meninggalkan penyembahan batu dan berpaling ke arah penyembahan kepada Allah Yang Esa dan Maha Perkasa! Terserah kepada kalian sendiri”

 

Maka serta-merta bapa saudaranya mengambil kembali apa yang telah diberikan kepadanya. Ia juga tidak memberikan pertolongannya dan mengharamkan dirinya untuk berbuat baik kepada pemuda ini lagi. Dan ia tidak menyisakan apa-apa untuk pemuda ini selain pakaian yang menutupi auratnya saja.

 

Berangkatlah pemuda Al Muzani ini untuk berhijrah demi menyelamatkan agamanya menuju Allah dan Rasul-Nya. Ia pergi meninggalkan kampung tempat ia dilahirkan dan ia bermain-main sewaktu kecil. Ia berpaling dari kekayaan dan kenikmatan yang dimiliki oleh bapa saudaranya, dan ia berharap akan mendapatkan ganjaran dan pahala dari sisi Allah ﷻ.

 

Ia menyusuri langkah menuju Madinah dengan didorong oleh kerinduan yang sudah mencabik-cabik hatinya.

 

Begitu ia hampir tiba di Yatsrib maka ia merobek bajunya sehingga menjadi dua bahagian. Bahagian pertama ia jadikan sebagai sarung dan satunya lagi ia jadikan pakaian. Kemudian ia menuju masjid Rasulullah ﷺ dan menginap di sana pada malam itu.

 

Begitu fajar sudah menjelang, ia berdiri dekat dari pintu kamar Nabi ﷺ. Ia mengawasi –dengan kerinduan dan kecintaan- munculnya Nabi ﷺ dari kamar Beliau.

 

Begitu pandangannya melihat ke arah Nabi ﷺ, maka melelehlah air mata kebahagiaan dan ia merasa seolah hatinya hendak meloncat dari dadanya untuk memberikan tahiyat dan salam kepada Beliau.

 

Begitu solat telah selesai dikerjakan, Nabi ﷺ –sebagaimana biasa- memperhatikan wajah-wajah orang yang hadir dan akhirnya Beliau melihat pemuda Al Muzani ini dan bertanya: “Dari suku mana engkau, wahai pemuda?”

 

Maka pemuda tadi menyebutkan nasabnya. Rasul bertanya kepadanya: “Siapa namamu?”

 

Ia menjawab: “Abdul Uzza (Hamba Uzza).”

 

Rasul membalas: “Ganti dengan Abdullah (Hamba Allah)!”

 

Kemudia Rasul mendekat ke arahnya dan bersabda: “Tinggallah di dekat kami, dan bergabunglah bersama para tamu kami!”

 

Maka sejak saat itu, semua manusia memanggilnya dengan nama Abdullah. Dan para sahabat Rasul ﷺ memberinya gelar dengan Dzul Bijadain setelah mereka melihat bijadaih dan mereka tidak mahu menceritakannya.

 

Maka Bijadaih ini lebih terkenal dalam sejarah dari pada gelar yang diberikan kepadanya.

 

Janganlah Anda menanyakan –wahai pembaca yang budiman-tentang kebahagiaan Dzul Bijadain saat ia menjadi orang yang tinggal di bawah asuhan Rasulullah dan sentiasa mengikuti seluruh majlis Beliau. Ia turut serta shalat dibelakang Beliau. Menyerap dari seluruh petunjuk Beliau. Dan puas dengan akhlak Beliau yang begitu mulia.

 

Dunia dulu pernah memanggil-manggilnya, namun ia telah menulikan telinganya untuk mendengarkan suara dunia. Dia malah menuju akhirat yang ia cari lewat jalan apa saja: Ia mencari akhirat dengan do’a yang selalu ia panjatkan dengan rasa takut dan khusyuk.

 

Sehingga para sahabat menamakannya sebagai Al Awwah (Orang yang sering merintih saat do’a kerana takut kepada Allah). Ia mencari akhirat dengan Al Qur’an. Sehingga ia tidak pernah berhenti menebarkan aroma semerbak ayat-ayat Al Qur’an di seluruh penjuru masjid Rasulullah ﷺ.

 

Ia juga mencari akhirat dengan cara berjihad. Dan ia tidak pernah terlewat dari satu pun peperangan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah ﷺ.

 

 

Dalam perang Tabuk, Dzul Bijadain meminta Rasulullah ﷺ agar berdo’a untuknya agar ia diberikan syahadah (mati sebagai syahid). Namun Rasul ﷺ mendo’akan agar darah Dzul Bijadain terjaga dari pedang pasukan kafir.

 

Maka ia berkata kepada Rasul: “Demi ibu dan bapakku, ya Rasulullah. Bukan ini yang aku inginkan.”

 

Maka bersabdalah Rasulullah ﷺ: “Jika engkau berangkat berjuang di jalan Allah, kemudian engkau sakit dan mati, maka engkau akan dicatat sebagai seorang syahid. Jika haiwan kendaraanmu mengamuk dan engkau pun jatuh darinya sehingga engkau mati, maka engkau pun syahid kerananya.”

 

Tidak berselang satu hari dan satu malam sejak pembicaraan ini sehingga pemuda Al Muzani tadi terserang penyakit demam yang menyebabkan ia tewas.

 

Sunguh ia meninggal dalam keadaan berhijrah kerana Allah. Berjihad di jalannya. Jauh dari keluarga dan kerabat. Terasing dari kampung halaman.

 

Dan Allah akan membalas semua itu dengan kebaikan yang terbaik. Para sahabat yang mulia telah mengantarkan jasadnya ke kubur dengan kaki-kaki mereka yang suci. Rasul pun turun ke lubang untuk menguburkannya, lalu menempatkannya di dalam tanah dengan kedua tangan Beliau yang mulia.

 

Yang membawa jasadnya dari luar dan mengantarkannya kepada Rasul yang menunggu di bawah kubur adalah Abu Bakar dan Umar, sehingga Rasul berkata kepada keduanya: “Dekatkan kepadaku saudara kalian ini!”

 

Maka keduanya melepaskan tubuh Al Muzani ini hingga sampai ke tangan Rasul ﷺ.

 

Dan Abdullah bin Mas’ud berdiri memperhatikan pemandangan semua ini. Ia berkata: “Andai saja aku yang menjadi penghuni lubang kubur ini. Demi Allah, aku ingin sekali seperti dia, padahal aku telah masuk Islam 15 tahun lebih dulu darinya.”

 

Takhrij

 

Sebahagiannya sahih, sebahagian lagi (kisah wafat) tidak sahih (Fatwa Soaljawab Islam no. 325313; Fatwa Syabakah Islamiyah no. 43789)

 

Kisah ini dinukilkan oleh ramai ulama dalam kitab mereka antaranya:

 

Suwar min Hayatis Sahabah Dr. Abdurrahman Ra’fat Al-Basya hal. 365-372.

 

Usudul Ghabah Ibnu Atsir 3/227 atau no. 4804

 

Sifatus Shafwah Ibnul Jauzi 1/677

 

Al Ishabah Ibnu Hajar 2/338

 

Rujukan

 

https://maribaraja.com/abdullah-al-muzani-sirah-sahabat/

 

https://www.arrabita.ma/blog/%d9%82%d8%b5%d8%a9-%d8%b0%d9%8a-%d8%a7%d9%84%d8%a8%d9%90%d8%ac%d9%8e%d8%a7%d8%af%d9%8e%d9%8a%d9%92%d9%86%d9%90-%d8%b9%d8%a8%d8%af-%d8%a7%d9%84%d9%84%d9%87-%d8%a7%d9%84%d9%85%d9%8f%d8%b2%d9%8e%d9%86/

Kisah Imam Malik & Imam Syafie berbeza pendapat tentang masalah rezeki

 

Matan kisah

 

اختلف الإمامان الجليلان مالك والشافعي رضي الله تعالى عنهما فالإمام مالك يقول: إن الرزق بلا سبب بل لمجرد التوكل الصحيح على الله سبحانه يُرزق الإنسان مستنداً للحديث الشريف (لو توكلتم على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير تغدو خماصا وتروح بطانا)

أما الإمام الشافعي رحمه الله تعالى، فيخالفه في ذلك، إذ يقول: لولا غدوها ورواحها ما رزقت، أي إنّه لا بد من السعي.

فأراد الإمام الشافعي أن يثبت لأستاذه الإمام مالك صحة قوله، فخرج من عنده مهموماً يفكر، فوجد رجلاً عجوزاً يحمل كيساً من البلح وهو ثقيل فقال له: أحمله عنك يا عمّاه، وحمله عنه، فلمّا وصل إلى بيت الرجل، أعطاه الرجل بضع تمرات استحساناً منه لما فعله معه، هنا ثارت نفس الإمام الشافعي وقال: الآن أثبت ما أقول، فلولا أنّي حملته عنه ما أعطاني وأسرع إلى أستاذه الإمام مالك ومعه التمرات ووضعها بين يديه وحكى له ما جرى، وهنا تبسّم الإمام مالك وأخذ تمرة ووضعها في فَيِهْ وقال له: وأنت سُقت إليّ رزقي دونما تعب مني.

فالإمامان الجليلان استنبطا من نفس الحديث الشريف حكمين مختلفين تماماً وهذا من سعة رحمة الله تعالى بالناس.

 

 

Terjemahan

 

Ringkasnya,

 

Imam Malik rah berkata : Sesungguhnya rezeki itu datang tanpa sebab, cukup dengan tawakkal yang benar kepada Allah nescaya Allah akan memberikan rezeki. Lakukan yang menjadi bahagianmu, selanjutnya biarkan Allah mengurus lainnya.

 

Imam Syafie rah berkata : Seandainya seekor burung tidak keluar dari sangkarnya, bagaimana mungkin ia akan mendapatkan rezeki.

 

Guru dan murid itu tetap bersikap kukuh pada pada pendapatnya masing-masing.

 

Suatu ketika Imam Syafie keluar berjalan dan melihat serombongan orang petani tengah memetik anggur/kurma. Diapun membantu mereka. Setelah pekerjaan selesai, Imam Syafie memperolehi imbalan beberapa ikat anggur/kurma sebagai balas jasa. Imam Syafie girang, bukan kerana mendapatkan anggur, tetapi pemberian itu telah menguatkan pendapatnya. Jika burung tak terbang dari sangkar, bagaimana ia akan mendapat rezeki. Seandainya dia tak membantu memanen, nescaya tidak akan mendapatkan anggur.

 

Imam Syafie bergegas menjumpai gurunya Imam Malik. Sambil menaruh seluruh anggur yang didapatnya, beliau bercerita, Imam Syafie sedikit mengeraskan bahagian kalimat “seandainya saya tidak keluar pondok dan melakukan sesuatu (membantu memanen), tentu saja anggur itu tidak akan pernah sampai di tangan saya.”

 

Mendengar itu Gurunya Imam Malik tersenyum, seraya mengambil anggur dan mencicipinya. Imam Malik berucap perlahan, “Sehari ini aku memang tidak keluar, hanya mengambil tugas sebagai guru, dan sedikit berfikir alangkah nikmatnya kalau dalam hari yang panas ini aku boleh menikmati anggur. Tiba-tiba engkau datang sambil membawakan beberapa ikat anggur segar untukku. Bukankah ini juga bahagian dari rezeki yang datang tanpa sebab. Cukup dengan tawakkal yang benar kepada Allah nescaya Allah akan berikan Rezeki. Lakukan yang menjadi bahagianmu, selanjutnya biarkan Allah yang mengurus lainnya.”

 

Takhrij

 

Tidak ditemui asal

 

Melalui pencarian saya, saya tak jumpa sumber primer yang menyebutkan kisah ini.

 

dan hasil carian saya senada dengan hasil pencarian Syeikh Dr. Saadullah Ahmad Arif dalam web rasmi berliau Saadarif.com soalan no. 2360

 

 

Rujukan

 

https://www.google.com/amp/s/saadarif.com/%3fp=32707&amp

Hadith kelebihan tasbih selepas jumaat

 

Matan hadith

 

من قال بعد صلاة الجمعة قبل أن يقوم من مجلسه: سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم وبحمده أستغفر الله، مائة مرة غفر الله له مائة ألف ذنب ولوالديه أربعة وعشرين ألف ذنب

 

Terjemahan

 

Barangsiapa membaca selepas selesai solat jumaat akan tasbih ini سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم وبحمده أستغفر الله sebanyak 100 kali, nescaya diampunkan dosa dia sebanyak 100000 dosa dan ibu bapanya sebanyak 24000 dosa

 

Takhrij

 

HR. ad-Dailami dalam Musnad Firdaus  dan Ibnu Sunni dalam al-Yawm wa al-Lailah sepertimana disebutkan dalam Al Ajwibatul Mardiyyah 1/290, Kanzul ‘Ummal no. 21321 dan Ithafus Sadah Al Muttaqin 5/13-14, daripada Ibnu Abbas ra.

 

 

Hadith ini tidak sahih, dhaif jiddan bahkan palsu (Al-Fatawa Al-Hadithiya as-Sakhawi hal. 321; Ijlah al-Raghib al-Mutamani 1/429; Muqaddimah Al-Masnu’ fi Ma’rifatul Hadith Syeikh Abdul Fattah Ghuddah hal. 27)

 

 

Rujukan

 

https://islamicportal.co.uk/hadith-query-reciting-subhanallahil-azim-wa-bihamdih-100-times-after-jumuah-salah/

Hadith Nabi saw mencium tangan yang tidak disentuh api neraka

 

Matan hadith

 

 

عن أنس بن مالك قال: أقبل رسول الله صلى الله عليه وسلم من غزوة تبوك فاستقبله سعد بن معاذ الأنصاري، فصافحه النبي صلى الله عليه وسلم ثم قال له: ((ما هذا الذي أكفت (!) يداك؟)) فقال: يا رسول الله أضرب بالمر والمسحاة في نفقة ‌عيالي، قال: فقبل النبي صلى الله عليه وسلم يده وقال: ((هذه يد لا تمسها النار)) 

 

Terjemahan

 

Daripada Anas bin Malik RA berkata: Rasulullah SAW pulang dari peperangan Tabuk lalu disambut oleh Saad bin Muadz al-Ansari, lantas Nabi SAW bersalaman dengannya kemudian Baginda bertanya: ((Apakah yang menyebabkan tanganmu menjadi kasar?)) Dia pun menjawab: "Wahai Rasulullah, aku selalu memukul dengan tali dan penyodok tanah untuk menafkahi keluargaku.” lalu Nabi SAW pun mencium tangannya dan bersabda: ((Inilah tangan yang tidak akan disentuh api neraka) 

 

Takhrij 

 

HR. Abu Qasim al-Jurjani dalam Tarikh Jurjan hal. 263, al-Khatib dalam Tarikh Baghdad 7/342, Ibnul Jauzi dalam al-Maudhuat 2/251. 

 

Batil menurut al-Khatib Baghdadi terdapat perawi pendusta dan pemalsu hadith, iaitu Muhammad bin Tamim al-Firyabi. 

 

Palsu menurut Ibnu Jauzi. 

 

Didhaifkan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam al-Ishabah 2/38. 

 

Didhaifkan oleh Syeikh al-Albani dalam Silsilah Hadith Dhaif no. 391 dan disetujui oleh Syeikh Masyhur bin Ḥasan al-Salman dalam Silsilah al-Ahadith al-Dhaifah wal-Mawdhu‘ah Mujarradah ‘An al-Takhrij no. 3048.

Mensahihkan hadith dengan metode sufi kasyaf?

 

al-Ajluni membawakan kata Ibnu Arabi:

 

 فرب حديث يكون صحيحاً من طريق رواته، يحصل لهذا المكاشف أننه غير صحيح، لسؤاله لرسول الله صلى الله عليه وسلم، فيعلم وضعه. ورب حديث تُرك العمل به لضعف طريقه، من اجل وضاع في رواته، يكون صحيحاً في نفس الأمر، لسماع المكاشف له من الروح حيث إلقائه على رسول الله صلى الله عليه وسلم

 

Sebagai contoh, sebuah hadith yang sahih dari sisi ahli kasyaf menjadi tidak sahih kerana dia bertanya  langsung kepada Rasulullah saw tentang kepalsuan hadith tersebut, lalu beliau mengetahui kepalsuannya. Hadith yang ditinggalkan untuk diamalkan kerana kelemahan jalan-jalannya, kerana kelemahan para perawinya, adalah sahih dalam hal yang sama, kerana ahli kasyaf mendengarnya dari ruh sebagaimana yang disampaikan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam (Kasyful Khafa' 1/9)

 

 

al-Mubarakfuri membawakan kalam Ibnu Arabi:

 

ونُصَحِّح من هذا الطريق أحاديث النبي، فرُبَّ حديث صحيح عن أهل الفن لا يثبت عندنا من هذا الطريق، ورب موضوع عندهم يصح بقوله صلى الله عليه وسلم هذا حديث قلته.

 

Kami mensahihkan menerusi cara ini (kasyaf) hadith-hadith Nabi. Jadi, kadang-kadang sebuah hadith hadith di sisi ahli hadith tidak tsabit di sisi kita melalui cara ini. Dan kadang-kadang hadith palsu di sisi mereka sahih dengan kata baginda SAW, ‘hadith ini aku pernah ucapkan (Muqadimah Tuhfat al-Ahwadzi hal. 208-209, Darul Fikr)

 

 

Kaedah ini tidak pernah disebutkan atau diamalkan oleh mana-mana ulama hadith, kecuali ulama hadith yang mempunyai latar belakang sufi. Ibnu Arabi, sufi yang dianggap “termasuk golongan hashawiyyah, melampau, penganut falsafah batiniyyah, mulhid, jabriyyah, mutaṣawwifah yang mengaku Islam...” oleh Imam al-Ahdal (855 H) ulama sufi berakidah Asya‘irah dan bermazhab Syafie. Ibnu Arabi adalah orang pertama yang memperkenalkan kaedah ini. Jadi, mengikut manhaj ahli hadith yang sebenar, manhaj ini menyeleweng.

 

Tidak dinafikan ada ulama hadith yang menerima atau tidak mengingkari manhaj ini (al-Ajluni, as-Sha'rani, al-Bajuri), namun itu tidak bermakna ia boleh dianggap sebagai manhaj ahli hadith. Sebab itulah, al-‘Ajluni yang memperakukan manhaj tersebut ditempelak oleh Syeikh Abdul Fattaḥ Abu Ghuddah, ulama hadith dari Syria dengan katanya:

 

ولا يكاد ينقضي عجبي من صنيعه هذا وهو المحدث الذي شرح صحيح البخاري، كيف استساغ قبول هذا الكلام الذي تهدر به علوم المحدثين، وقواعد الحديث والدين؟ ويصبح به أمر التصحيح والتضعيف من علماء الحديث شيئاً لا معنى له بالنسبة إلى من يقول: إنه مكاشَف أو يَرى نفسه أنه مكاشَف! ومتى كان لثبوت السنة المطهرة مصدران: النقل الصحيح من المحدثين والكشف من المكاشفين؟! 

 

“Hampir-hampir tidak terhenti kehairananku dengan perbuatannya ini, padahal beliau ahli hadis yang mensyarah Sahih Bukhari. Bagaimana mungkin beliau menerima kata-kata (Ibnu ‘Arabi) ini yang memusnahkan ilmu ahli hadith serta kaedah hadith dan agama, dan menjadikan urusan mensahihkan dan mendhaifkan yang dilakukan oleh ulama hadith tidak mempunyai makna bagi orang yang mendakwa ia kasyaf atau mendapati dirinya kasyaf. Sejak bila tsabitnya sunnah yang suci ada dua sumber: riwayat sahih daripada ahli hadith dan kasyaf daripada orang kasyaf?”

 

Beliau menyudahkan kalamnya dengan katanya:

 

فحذارِ أن تغتر بهذا، والله يتولاك ويرعاك.

 

“Maka hati-hati jangan terpedaya dengan ini. Semoga Allah menjaga dan memeliharamu.” ((al-Masnu‘ fi Ma‘rifat al-Hadith al-Mawdu‘ hal. 273).)

 

 

Rujukan

 

https://islamsyria.com/ar/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%A7%D9%84%D8%AA%D8%B5%D8%AD%D9%8A%D8%AD-%D9%88%D8%A7%D9%84%D8%AA%D8%B6%D8%B9%D9%8A%D9%81-%D8%A7%D9%84%D9%83%D8%B4%D9%81%D9%8A/%D8%A7%D9%84%D9%85%D9%82%D8%A7%D9%84%D8%A7%D8%AA

 

https://gerakanpenamalaysia.blogspot.com/2021/03/syeikh-al-sharani-bukan-bermanhaj-hadis.html

Atsar perang dengan Allah para pemakan riba

 

Matan atsar

 

يقال يوم القيامة لآكل الربا: خذ سلاحك للحرب 

 

 

Terjemahan

 

Ibnu Abbas berkata: Dikatakan kepada pemakan riba pada hari kiamat nanti: “Ambil senjatamu untuk berperang

 

Takhrij

 

AR. at-Thabari dalam Tafsirnya 3/108, Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya 2/550

 

Sanadnya sahih menurut Syeikh Ahmad Syakir dalam Umdatul Tafsir 1/330

 

Manakala sanadnya hasan menurut Syeikh Masyhur bin Hasan al-Salman dalam al-Majalisah 6/356/2767.

 

Rujukan

 

https://hadithanswers.com/warning-against-dealing-in-interest/

 

https://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=28997

Kisah hamil perempuan mandul di zaman nabi musa as

  Matan kisah   Seorang wanita telah datang kepada Nabi Musa. Wanita itu berkata: “Doalah kepada Tuhanmu agar mengurniakan kepadaku seor...