Di salah satu lereng gunung
tersebut yang terletak dekat dengan Yatsrib telah lahir seorang anak bernama
Abdul Uzza bin Abd Naham Al Muzani dari kedua orang tua yang miskin.
Kelahiran bocah ini sesaat
sebelum terbitnya cahaya kebenaran dari Mekkah Al Mukarramah.
Akan tetapi kehendak Allah ﷻ
telah menetapkan bahawa ayah bocah ini meninggal dunia, padahal bocah tersebut
belum juga dapat berjalan. Maka selain menjadi bocah fakir, ia pun kini menjadi
anak yatim.
Akan tetapi bocah yatim dan fakir
ini memiliki seorang paman yang begitu kaya dan memiliki keluasan dalam harta.
Paman tadi belum juga mempunyai anak yang menghiasi hidupnya, atau yang dapat
mewarisi hartanya. Maka ia begitu senang dengan keponakannya ini. Dan ia
menjadikan diri dan hartanya seperti milik bocah tadi, seolah dia adalah
anaknya sendiri.
❀•◎•❀
Tumbuhlah bocah Al Muzani tadi di
pangkuan haribaan gunung Warqan yang lebat dengan bunga. Maka gunung yang segar
tersebut memberikan pakaian kesantunan dan kelembutan kepada pemuda ini. Gunung
Warqan juga memberikan kejernihannya kepada pemuda ini. Maka tumbuhlah pemuda ini
dengan perasaan yang halus, jiwa yang bersih dan fitrah yang suci. Dan ini
merupakan salah satu sebab lain yang membuat bapa saudaranya semakin cinta
kepadanya.
❀•◎•❀
Meskipun pemuda Al Muzani ini
sudah tumbuh dewasa sebagaimana para pria dewasa. Akan tetapi dia belum pernah
mendengar kabar tentang agama yang baru, dan ia tidak mengetahui sedikitpun
informasi tentang pembawa agama ini yaitu Muhammad bin Abdullah ﷺ.
Hal itu terus berlangsung
sehingga kota Yatsrib merayakan hari bergembiranya dengan kedatangan Rasulullah
ﷺ ke sana sebagai seorang yang berhijrah.
Maka mulailah pemuda Al Mazini
ini mengikuti informasi tentang diri Rasulullah ﷺ dan ia terus memantaunya.
Sehingga sering kali ia berdiam diri sepanjang hari di tengah jalan yang menuju
Madinah agar ia dapat bertanya kepada orang yang menuju kesana atau kepada
orang yang baru saja dari sana tentang agama baru dan para pengikutnya.
Iapun sering menanyakan tentang
Nabi ﷺ dan informasi tentang dirinya, sehingga Allah ﷻ berkenan melapangkan
dadanya yang suci untuk menerima Islam dan membuka hatinya untuk menyerap
cahaya iman. Maka bersaksilah pemuda ini bahawa tiada Tuhan selain Allah dan bahawa
Muhammad adalah utusan Allah.
Hal itu terjadi, sebelum matanya
melihat langsung dengan Rasulullah ﷺ atau telinganya mendegarkan sabda-sabda
Beliau. Maka dia menjadi orang pertama yang masuk Islam dari kaumnya yang
berada di gunung Warqan.
Pemuda Al Muzani ini
menyembunyikan keislamannya dari kaumnya secara umum dan secara khusus dari bapa
saudaranya. Ia sering pergi ke sebuah lereng yang jauh untuk beribadah kepada
Allah ﷻ di sebuah sudutnya yang jauh dari pandangan manusia.
Ia amat menantikan dengan sangat
hari dimana bapa saudaranya akan masuk Islam dan agar ia dapat mengumumkan
keislamannya… serta agar ia beserta bapa saudaranya dapat menjumpai Rasulullah ﷺ,
setelah sekian lama ia ingin sekali berjumpa dengan Rasul yang menimbulkan rasa
rindu dan memenuhi seluruh relung hati dan sanubarinya.
Ketika pemuda ini mendapati bahawa
kesabarannya telah berlangsung cukup lama, dan bapa saudaranya semakin jauh
dari Islam. Dan sudah banyak sekali peperangan yang dilakukan Rasulullah ﷺ yang
telah meninggalkannya satu demi satu. Maka ia mengambil keputusan –tanpa berfikir
apa yang bakal terjadi pada dirinya- dan ia menghadap bapa saudaranya seraya
berkata:
“Bapa saudara, Aku sudah lama
sekali menunggumu agar engkau masuk Islam sehingga habis kesabaranku. Jika
engkau berkenan masuk ke dalam Islam dan sehingga Allah menetapkan kebahagian
bagimu maka itu amat baik jika engkau lakukan. Jika engkau tidak berkenan, maka
izinkanlah aku untuk mengumumkan keislamanku di depan manusia.”
Begitu ucapan pemuda ini datang
di telinga bapa saudaranya, maka bapa saudaranya langsung emosi dan berkata:
“Aku bersumpah demi Lata dan Uzza, jika engkau masuk Islam maka aku akan
mengambil semua yang ada di tanganmu yang pernah aku berikan. Dan aku akan
membiarkanmu hidup miskin. Dan aku tidak akan perduli bila kau memerlukan atau
kelaparan!”
Ancaman ini tidak membuat pemuda
yang beriman ini menjadi gentar. Dan ia tidak ragu dengan tekad yang sudah
ditanamkan. Maka bapa saudaranya meminta bantuan kepada kaumnya untuk
menghadapi dirinya. Maka mereka langsung memberikan ancaman dan rayuan
kepadanya.
Dan ia pun berkata kepada mereka:
“Lakukanlah segala yang kalian inginkan, dan aku akan tetap menjadi pengikut
Muhammad, meninggalkan penyembahan batu dan berpaling ke arah penyembahan
kepada Allah Yang Esa dan Maha Perkasa! Terserah kepada kalian sendiri”
Maka serta-merta bapa saudaranya
mengambil kembali apa yang telah diberikan kepadanya. Ia juga tidak memberikan
pertolongannya dan mengharamkan dirinya untuk berbuat baik kepada pemuda ini
lagi. Dan ia tidak menyisakan apa-apa untuk pemuda ini selain pakaian yang
menutupi auratnya saja.
Berangkatlah pemuda Al Muzani ini
untuk berhijrah demi menyelamatkan agamanya menuju Allah dan Rasul-Nya. Ia
pergi meninggalkan kampung tempat ia dilahirkan dan ia bermain-main sewaktu
kecil. Ia berpaling dari kekayaan dan kenikmatan yang dimiliki oleh bapa
saudaranya, dan ia berharap akan mendapatkan ganjaran dan pahala dari sisi
Allah ﷻ.
Ia menyusuri langkah menuju
Madinah dengan didorong oleh kerinduan yang sudah mencabik-cabik hatinya.
Begitu ia hampir tiba di Yatsrib
maka ia merobek bajunya sehingga menjadi dua bahagian. Bahagian pertama ia
jadikan sebagai sarung dan satunya lagi ia jadikan pakaian. Kemudian ia menuju
masjid Rasulullah ﷺ dan menginap di sana pada malam itu.
Begitu fajar sudah menjelang, ia
berdiri dekat dari pintu kamar Nabi ﷺ. Ia mengawasi –dengan kerinduan dan
kecintaan- munculnya Nabi ﷺ dari kamar Beliau.
Begitu pandangannya melihat ke
arah Nabi ﷺ, maka melelehlah air mata kebahagiaan dan ia merasa seolah hatinya
hendak meloncat dari dadanya untuk memberikan tahiyat dan salam kepada Beliau.
Begitu solat telah selesai
dikerjakan, Nabi ﷺ –sebagaimana biasa- memperhatikan wajah-wajah orang yang
hadir dan akhirnya Beliau melihat pemuda Al Muzani ini dan bertanya: “Dari suku
mana engkau, wahai pemuda?”
Maka pemuda tadi menyebutkan
nasabnya. Rasul bertanya kepadanya: “Siapa namamu?”
Ia menjawab: “Abdul Uzza (Hamba
Uzza).”
Rasul membalas: “Ganti dengan
Abdullah (Hamba Allah)!”
Kemudia Rasul mendekat ke arahnya
dan bersabda: “Tinggallah di dekat kami, dan bergabunglah bersama para tamu
kami!”
Maka sejak saat itu, semua
manusia memanggilnya dengan nama Abdullah. Dan para sahabat Rasul ﷺ memberinya
gelar dengan Dzul Bijadain setelah mereka melihat bijadaih dan mereka tidak mahu
menceritakannya.
Maka Bijadaih ini lebih terkenal
dalam sejarah dari pada gelar yang diberikan kepadanya.
Janganlah Anda menanyakan –wahai
pembaca yang budiman-tentang kebahagiaan Dzul Bijadain saat ia menjadi orang
yang tinggal di bawah asuhan Rasulullah dan sentiasa mengikuti seluruh majlis
Beliau. Ia turut serta shalat dibelakang Beliau. Menyerap dari seluruh petunjuk
Beliau. Dan puas dengan akhlak Beliau yang begitu mulia.
Dunia dulu pernah
memanggil-manggilnya, namun ia telah menulikan telinganya untuk mendengarkan
suara dunia. Dia malah menuju akhirat yang ia cari lewat jalan apa saja: Ia
mencari akhirat dengan do’a yang selalu ia panjatkan dengan rasa takut dan
khusyuk.
Sehingga para sahabat
menamakannya sebagai Al Awwah (Orang yang sering merintih saat do’a kerana
takut kepada Allah). Ia mencari akhirat dengan Al Qur’an. Sehingga ia tidak
pernah berhenti menebarkan aroma semerbak ayat-ayat Al Qur’an di seluruh
penjuru masjid Rasulullah ﷺ.
Ia juga mencari akhirat dengan
cara berjihad. Dan ia tidak pernah terlewat dari satu pun peperangan yang
pernah dilakukan oleh Rasulullah ﷺ.
Dalam perang Tabuk, Dzul Bijadain
meminta Rasulullah ﷺ agar berdo’a untuknya agar ia diberikan syahadah (mati
sebagai syahid). Namun Rasul ﷺ mendo’akan agar darah Dzul Bijadain terjaga dari
pedang pasukan kafir.
Maka ia berkata kepada Rasul:
“Demi ibu dan bapakku, ya Rasulullah. Bukan ini yang aku inginkan.”
Maka bersabdalah Rasulullah ﷺ:
“Jika engkau berangkat berjuang di jalan Allah, kemudian engkau sakit dan mati,
maka engkau akan dicatat sebagai seorang syahid. Jika haiwan kendaraanmu
mengamuk dan engkau pun jatuh darinya sehingga engkau mati, maka engkau pun
syahid kerananya.”
Tidak berselang satu hari dan
satu malam sejak pembicaraan ini sehingga pemuda Al Muzani tadi terserang
penyakit demam yang menyebabkan ia tewas.
Sunguh ia meninggal dalam keadaan
berhijrah kerana Allah. Berjihad di jalannya. Jauh dari keluarga dan kerabat.
Terasing dari kampung halaman.
Dan Allah akan membalas semua itu
dengan kebaikan yang terbaik. Para sahabat yang mulia telah mengantarkan
jasadnya ke kubur dengan kaki-kaki mereka yang suci. Rasul pun turun ke lubang
untuk menguburkannya, lalu menempatkannya di dalam tanah dengan kedua tangan
Beliau yang mulia.
Yang membawa jasadnya dari luar
dan mengantarkannya kepada Rasul yang menunggu di bawah kubur adalah Abu Bakar
dan Umar, sehingga Rasul berkata kepada keduanya: “Dekatkan kepadaku saudara
kalian ini!”
Maka keduanya melepaskan tubuh Al
Muzani ini hingga sampai ke tangan Rasul ﷺ.
Dan Abdullah bin Mas’ud berdiri
memperhatikan pemandangan semua ini. Ia berkata: “Andai saja aku yang menjadi
penghuni lubang kubur ini. Demi Allah, aku ingin sekali seperti dia, padahal
aku telah masuk Islam 15 tahun lebih dulu darinya.”
Takhrij
Sebahagiannya sahih, sebahagian
lagi (kisah wafat) tidak sahih (Fatwa Soaljawab Islam no. 325313; Fatwa
Syabakah Islamiyah no. 43789)
Kisah ini dinukilkan oleh ramai
ulama dalam kitab mereka antaranya:
Suwar min Hayatis Sahabah Dr.
Abdurrahman Ra’fat Al-Basya hal. 365-372.
Usudul Ghabah Ibnu Atsir 3/227
atau no. 4804
Sifatus Shafwah Ibnul Jauzi 1/677
Al Ishabah Ibnu Hajar 2/338
Rujukan
https://maribaraja.com/abdullah-al-muzani-sirah-sahabat/
https://www.arrabita.ma/blog/%d9%82%d8%b5%d8%a9-%d8%b0%d9%8a-%d8%a7%d9%84%d8%a8%d9%90%d8%ac%d9%8e%d8%a7%d8%af%d9%8e%d9%8a%d9%92%d9%86%d9%90-%d8%b9%d8%a8%d8%af-%d8%a7%d9%84%d9%84%d9%87-%d8%a7%d9%84%d9%85%d9%8f%d8%b2%d9%8e%d9%86/