Di antara hadith lemah dan palsu
yang tersebar di tengah kaum Muslimin ialah hadith yang menjelaskan keutamaan
menziarahi kuburan orang tua atau kerabat pada hari dan malam Jumaat yang
katanya memiliki keutamaan-keutamaan, iaitu :
1. Berziarah ke kuburan orang tua pada hari
Jumaat lalu membaca surah Yasin di sisinya akan menghapuskan dosa-dosa.
قَالَ أَبُو أَحْمَدَ بْنُ عَدِيٍّ رَحِمَهُ اللهُ :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الضَّحَّاكِ بْنِ عَمْرِو بْنِ أََبِي عَاصِمِ ،
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ خَالِدٍ الأَصْبَهَانِيُّ ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ
زِيَادَ ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمٍ الطَّائِفِيُّ ، عَنْ هِشَامٍ بن
عُرْوَة ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَائِشَةَ ، عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ ، قَالَ
: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” مَنْ زَارَ
قَبْرَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَرَأَ يس غُفِرَ لَهُ .”
Abu Ahmad Ibnu ‘Adi rahimahullah
berkata, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin adh-Dhahhak bin ‘Amr bin
Abi ‘Ashim, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Khalid
al-Ashbahani, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami ‘Amr bin Ziyad, ia
berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaim ath-Thaifi, dari Hisyam
bin ‘Urwah, dari ayahnya, dari ‘Aisyah, dari Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu
anhu , ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Barangsiapa yang berziarah ke kuburan kedua orang tuanya atau
salah satu dari keduanya pada hari jum’at, lalu ia membaca surah Yasin maka
(dosa-dosanya) akan diampuni (oleh Allah) (HR. Ibnu ‘Adi dalam al-Kamil Fi
Dhu’afa ar-Rijal 5/151).
قَالَ أَبُو الشَّيْخِ الأَصْبَهَانِيُّ : حَدَّثَنَـا
أَبُو عَلِيِّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ ، قال : ثنا أَبُو مَسْعُودٍ يَزِيدُ بْنُ
خَالِدٍ ، قال : ثنا عَمْرُو بْنُ زِيَادٍ الْبَقَالَيُّ الْخُرَاسَانِيُّ
بِجُنْدِيسَابُورَ ، قال : ثنـا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمَانَ ، عَنْ هِشَامِ بْنِ
عُرْوَةَ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَائِشَةَ ، عَنْ أَبِي بَكْرٍ ، قَالَ : سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّـهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ : ” مَنْ زَارَ
قَبْرَ وَالِدَيْهِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا ، فَقَرَأَ عِنْدَهُمَا
أَوْ عِنْدَهُ : يس ، غُفِرَ لَهُ بِعَدَدِ ذَلِكَ آيَةً أَوْ حَرْفًا ”
Abu asy-Syaikh al-Ashbahani
rahimahullah berkata, “Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ali bin Ibrahim, ia
berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Abu Mas’ud, Yazid bin Khalid, ia
berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami ‘Amr bin Ziyad al-Baqqali al-Khurasani
di Jundisabur, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaiman,
dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, dari ‘Aisyah, dari Abu Bakar, ia berkata,
‘Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Barangsiapa yang menziarahi kuburan kedua orangtuanya atau salah satu dari
keduanya pada setiap hari Jumaat, lalu ia membaca surah Yasin di sisi (kuburan)
keduanya atau salah satunya, nescaya (dosa-dosanya) diampuni sebanyak bilangan
ayat atau huruf (yang dibacanya) (HR. Abu asy-Syaikh al-Ashbahani dalam Thabaqat
al-Muhadditsin 3/125 no.751).
Darjat hadith
Hadith-hadith tersebut di atas darjatnya
PALSU. Kerana dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama ‘Amr bin Ziyad.
Dia seorang perawi yang pendusta dan pemalsu hadith. Ibnu ‘Adi rahimahullah
berkata, “Hadith dengan sanad ini darjatnya BATIL, TIDAK ADA ASAL-USULNYA. Dan
‘Amr bin Ziyad meriwayatkan beberapa hadith selain hadith ini. Di antaranya ada
hadith yang ia curi dari para perawi yang terpercaya, dan ada pula hadith-hadith
palsu. Dan dialah orang yang tertuduh memalsukannya.” (al-Kamil Fi Dhu’afa
ar-Rijal 5/151).
Imam ad-Daruquthni rahimahullah
berkata, “Dia memalsukan hadith.” (Mizan al-I’tidal karya az-Zahabi 3/261).
Imam Abu Zur’ah ar-Razi
rahimahullah berkata, ”Dia seorang pendusta.” (adh-Dhu’afa’ karya al-‘Uqaili 3/274).
2. Siapa yang melakukannya akan
dianggap sebagai anak yang berbakti pada kedua orang tuanya.
قاَلَ الطَّبْرَانِيُّ رَحِمَهُ اللهُ : حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ النُّعْمَانِ بْنِ شِبْلٍ ، قَالَ : حَدَّثَنِي
أَبِي ، قَالَ : حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ النُّعْمَانِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
عَمِّ أَبِي ، عَنْ يَحْيَى بْنِ الْعَلاءِ الرَّازِيِّ ، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ
أَبِي أُمَيَّةَ ، عَنْ مُجَاهِدٍ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَنْ زَارَ قَبْرَ
أَبَوَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا فِي كُلِّ جُمُعَةٍ غُفِرَ لَهُ ، وَكُتِبَ بَرًّا ”
Imam ath-Thabrani rahimahullah
berkata, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muhammad bin an-Nu’man
bin asy-Syibl, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepadaku ayahku, ia berkata,
‘Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin an-Nu’man bin ‘Abdurrahman (paman
ayahku), dari Yahya bin al-‘Ala’ ar-Razi, dari ‘Abdul Karim Abu Umayyah, dari
Mujahid, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang menziarahi kuburan
kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya setiap hari Jumaat, niscaya
akan diampuni baginya dan dicatat sebagai bakti (kepada keduanya). (HR. at-Thabarani
di dalam al-Mu’jam al-Awsath 6/175 no.6114, dan al-Mu’jam ash-Saghir 2/160
no.955. dan nukilkan pula oleh as-Suyuthi dalam al-La’ali’ al-Mashnu’ah fi
al-Ahadits al-Maudhu’ah II/440 no.2526, dan lainnya).
Darjat hadith
Hadith ini darjatnya PALSU,
sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah Hadith Dhaif 1/125
no.49. Kerana di dalam sanadnya terdapat empat orang perawi hadith yang
bermasalah, iaitu:
1. Muhammad bin Muhammad bin
an-Nu’man. Ia seorang perawi yang ditinggalkan riwayat hadithnya dan tertuduh
sebagai pemalsu hadith. Imam az-Zahabi rahimahullah berkata tentangnya,
“Ad-Daruquthni telah mencela dan menuduhnya sebagai pemalsu hadith.” ( Mizan
al-I’tidal 4/26). al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dia seorang
perawi yang matruk (ditinggalkan riwayat hadithnya).” (Taqrib at-Tahdzib 1/505).
2. Muhammad bin an-Nu’man.
Seorang perawi yang tidak dikenal jati diri dan kredibilitinya. Imam az-Zahabi
rahimahullah berkata tentangnya, “Ia seorang perawi yang majhul (tidak dikenal
jati diri dan kredibilitinya).” (Mizan al-I’tidal 4/56). Imam al-‘Uqaili
rahimahullah berkata, “Muhammad bin an-Nu’man seorang perawi yang majhul (tidak
dikenal jati diri dan kredibilitinya).” (adh-Dhu’afa’ 4/146).
3.
Yahya bin
al-‘Ala` ar-Razi (al-Bajali) Seorang perawi yang sangat lemah kerana tertuduh memalsukan
hadith dan riwayatnya tidak dapat diterima dan dijadikan hujjah. Imam
al-‘Uqaili rahimahullah berkata tentangnya, “Yahya adalah seorang perawi yang
matruk (ditinggalkan riwayatnya).” (adh-Dhu’afa` 4/146). Imam Yahya bin Ma’in
rahimahullah berkata, “Yahya bin al-‘Ala` bukan seorang perawi hadith yang
tsiqah (terpercaya).” (adh-Dhu’afa` al-‘Uqaili 4/437). Sementara itu, Imam Abu
Hatim ar-Razi rahimahullah berkata, “Dia bukan seorang perawi hadith yang kuat
(hafalannya).”Imam ad-Daruquthni berkata, “Dia seorang perawi yang matruk
(ditinggalkan riwayat hadithnya).” Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata,
“Dia pernah memalsukan hadith.” (Lihat semua komentar ini dalam Mizan
al-I’tidal karya Imam az-Zahabi 4/397). Imam
Ibnu Hibban rahimahullah berkata: “Tidak boleh berhujjah dengan (hadith)nya.”
(al-Majruhin 3/115). Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dia seorang
perawi yang tertuduh memalsukan hadith.” (Taqrib at-Tahdzib 1/595).
4. ‘Abdul Karim Abu Umayyah
Seorang perawi yang dha’if (lemah). Imam Ibnu Hibban rahimahullah berkata
tentangnya: “Dia seorang perawi yang sering lupa dan banyak kesalahan yang
fatal dalam meriwayatkan hadith.” (al-Majruhin 2/145). Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata,
“’Abdul Karim Abu Umayyah tidak ada apa-apanya, dia menyerupai perawi yang
matruk (ditinggalkan riwayatnya).” (al-Jarhu wa at-Ta’dil karya Ibnu Abu Hatim
6/60).Imam Yahya bin Ma’in rahimahullah berkata, “Abdul Karim Abu Umayyah tidak
ada apa-apanya.” Imam Ayyub as-Sakhtiyani rahimahullah berkata, “Dia bukan
seorang perawi yang tsiqah (terpercaya).” (al-Majruhin 2/145).
3. Siapa yang banyak menziarahi
kuburan kedua orang tuanya atau kerabatnya hingga meninggal dunia, maka
kuburannya akan diziarahi oleh para malaikat.
3.
Siapa
yang melakukannya akan memperoleh pahala umrah atau haji mabrur.
قَالَ أَبُو أَحْمَدَ بْنُ عَدِيٍّ رَحِمَهُ اللهُ : ثنا
أَحْمَدُ بْنُ حَفْصٍ السَّعْدِيُّ ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى
الْوَزْدُولِيُّ ، ثنا خَاقَانُ بْنُ الأَهْتَمِ السَّعْدِيُّ ، ثنا أَبُو
مُقَاتِلٍ السَّمَرْقَنْدِيُّ ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ
ابْنِ عُمَرَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : ” مَنْ زَارَ قَبْرَ أَبِيهِ أَوْ
أُمِّهِ أَوْ عَمَّتِهِ أَوْ خَالَتِهِ أَوْ أَحَدُ قَرَابَاتِهِ كَانَتْ لَهُ
حَجَّةٌ مَبْرُورَةٌ ، وَمَنْ كَانَ زَائِرًا لَهُمَا حَتَّى يَمُوتَ زَارَتِ
الْمَلائِكَةُ قَبْرَهُ ” .
Abu Ahmad Ibnu ‘Adi rahimahullah
berkata, “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hafsh as-Sa’di, ia berkata,
‘Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa al-Wazduli’, ia berkata,
‘Telah menceritakan kepada kami Khaqan bin al-Ahtam as-Sa’di’, ia berkata;
‘Telah menceritakan kepada kami Abu Muqatil as-Samarqandi, dari ‘Ubaidillah,
dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma , ia berkata, ‘ Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa menziarahi kubur ayahnya
atau ibunya, atau saudara perempuan ayah atau ibunya (bibinya), atau salah
seorang kerabatnya, maka ia akan memperoleh pahala haji mabrur. Dan barangsiapa
menziarahi kubur kedua orang tuanya hingga ia meninggal dunia, niscaya para
malaikat akan menziarahi kuburannya. (HR. Ibnu ‘Adi dalam kitab al-Kamil fi
Dhu’afa ar-Rijal 2/393 no.2260, Ibnul Jauzi dalam kitab al-Maudhu’at 3/240
no.1714, dan as-Suyuthi dalam al-La’ali’ al-Mashnu’ah fi al-Ahadits al-Maudhi’ah
2/440 no.2527, dan lainnya).
Darjat hadith
Hadith ini darjatnya dhaif jiddan
(SANGAT LEMAH), kerana pada sanadnya ada seorang perawi bernama Abu Muqatil
as-Samarqandi (Hafsh bin Salm). Dia seorang perawi yang matruk (ditinggalkan
riwayat hadithnya). Imam Ibnu Hibban rahimahullah berkata tentangnya, “Abu Muqatil
as-Samarqandi, namanya Hafsh bin Salm, ia seorang yang rajin ibadah, akan
tetapi meriwayatkan hadith-hadith mungkar yang mana (ulama hadith) siapa pun
yang mencatat hadith dapat mengetahui bahawa hadith-hadith yang diriwayatkannya
tidak mempunyai dasar yang dapat dijadikan rujukan.” Imam ‘Abdurrahman bin
Mahdi rahimahullah berkata, “Tidak boleh meriwayatkan hadith darinya.” (al-Majruhin
1/256).
Imam az-Zahabi berkata, “Qutaibah
menganggapnya sebagai perawi hadith yang sangat lemah, dan (Abdurrahman) bin
Mahdi mendustakannya.” (Mizan al-I’tidal 1/557) Al-Hafiz Ibnu Hajar
rahimahullah berkata, “Waki’ (bin al-Jarrah al-Kufi) mendustakannya, dan
as-Sulaimani mengatakan, bahawa dia termasuk dalam barisan orang yang
memalsukan hadith.” (Tahdzib At-Tahdzib 2/342).
No comments:
Post a Comment