Friday, 29 April 2022

Kronologi peristiwa Karbala dari kacamata ahlussunnah

 

MASIH banyak kaum muslimin belum memahami peristiwa syahidnya Husain bin Ali, cucu Rasulullah di Padang Karbala dengan benar. Sebagian kaum muslimin menjadikan tulisan orang-orang Syiah tentang peristiwa Karbala ini sebagai rujukan.

 

Maka penting sekali untuk kita kaji peristiwa Karbala ini dalam perspektif Ahlus Sunnah wal Jama’ah, agar kita mengetahui yang sebenarnya dengan menjadikan kitab-kitab para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebagai rujukan.

 

Berkaitan dengan peristiwa Karbala, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan:

 

Orang-orang yang meriwayatkan pertikaian Husain Radhiyallahu ‘anhu telah memberikan tambahan dusta yang sangat banyak, sebagaimana juga mereka telah membubuhkan dusta pada peristiwa pembunuhan terhadap ‘Utsman Radhiyallahu ‘anhu, sebagaimana mereka juga memberikan tambahan cerita (dusta) pada peristiwa-peristiwa yang ingin mereka besar-besarkan, seperti dalam riwayat mengenai peperangan, kemenangan dan lain sebagainya. Para penulis tentang berita pembunuhan Husain Radhiyallahu ‘anhu, ada diantara mereka yang merupakan ahli ilmu (ulama) seperti al-Baghawi rahimahullah dan Ibnu Abi Dunya dan lain sebagainya. Namun demikian, diantara riwayat yang mereka bawakan ada yang terputus sanadnya. Sedangkan yang membawakan cerita tentang peristiwa ini dengan tanpa sanad, kedustaannya sangat banyak (Minhaj Sunnah 4/556).

 

Oleh kerana itu dalam pembahasan tentang peristiwa ini perlu diperhatikan sanadnya.

 

Kronologi:

 

1– Tahun 60 H, Muawiyyah meninggal dunia. Tampuk Kekhilafahan diberikan kepada putranya Yazid.

 

2– Di Madinah, para utusan Yazid bin Muawiyah meminta para sahabat untuk memberikan baiah kepada Yazid. Abdullah bin Zubair dan Husain bin Ali radhiyallahu anhum menolak. Secara diam-diam mereka pergi ke Makkah.

 

3– Di Makkah, Al Husain mendapatkan 500 surat yang berisi sokongan masyarakat Kufah atas diri beliau untuk menjadi khalifah. Husain kemudian mengutus sepupunya yang bernama Muslim bin Aqil bin Abi Thalib untuk berangkat ke Kufah memastikan keadaan di sana.

 

4– Tiba di Kufah, Muslim diberi jagaan oleh tokoh masyarakat di sana yang bernama Hani bin Urwah. Penduduk Kufah kemudian memberikan baiah kepada Husain bin Ali melalui Muslim bin Aqil.

 

5– An Nu’man bin Basyir yang menjadi Gabenor Kufah ketika itu tidak melakukan apa-apa terhadap gerakan Muslim bin Aqil. Para penyokong Yazid melaporkan hal ini kepada Yazid sehingga Yazid menggantikan An Nu’man bin Basyir dengan Ubaidillah bin Ziyad.

 

6– Ubaidillah bin Ziyad adalah Gabenor Basrah, dengan pelantikan ini kekuasaannya diperluas sampai ke Kufah.

 

7– Ubaidillah kemudian pergi ke Kufah untuk mengambil alih tugas dari An Nu’man bin Basyir. Di Kufah orang-orang mengalu-alukan Ubaidillah, mereka mengira Ubaidillah adalah Al Husain yang baru tiba. Dari sini Ubaidillah menyedari, bahawa perkara penduduk Kufah tidak boleh dianggap enteng.

 

8– Muslim bin Aqil setelah memastikan taatsetia penduduk Kufah, dia mengirimkan utusan kepada Al Husain bin Ali agar segera berkumpul dengan mereka di Kufah.

 

9– Al Husain bin Ali kemudian bersiap-siap untuk menuju Kufah. Para sahabat yang mulia seperti Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abu Said Al Khudri, Abdullah bin Zubair,  Abdullah bin Amr, saudara tiri Husein, Muhammad Al-Hanafiyah dan lain-lain berusaha untuk menghalangi, tetapi Al Husain tetap berkeras untuk berangkat.

 

Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu mengatakan:

 

Sesungguhnya aku adalah seorang penasihat untukmu, dan aku sangat menyayangimu. Telah sampai berita bahawa orang-orang yang mengaku sebagai pembelamu di Kufah menulis surat kepadamu. Mereka mengajakmu untuk bergabung bersama mereka, janganlah engkau pergi bergabung bersama mereka kerana aku mendengar ayahmu -Ali bin Abi Thalib- mengatakan tentang penduduk Kufah, “Demi Allah, aku bosan dan benci kepada mereka, demikian juga mereka bosan dan benci kepadaku. Mereka tidak memiliki sikap memenuhi janji sedikit pun. Niat dan kesungguhan mereka tidak ada dalam suatu permasalahan, mereka sangat mudah sekali berubah. Mereka juga bukan orang-orang yang sabar ketika menghadapi pedang, mereka semua adalah penakut.

 

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu mengatakan:

 

Aku hendak menyampaikan kepadamu beberapa kalimat. Sesungguhnya Jibril datang kepada Nabi . Kemudian memberikan dua pilihan kepada beliau antara dunia dan akhirat, maka beliau memilih akhirat dan tidak mengiginkan dunia. Engkau adalah darah dagingnya, demi Allah tidaklah Allah memberikan atau menghindarkan kalian wahai Ahlul Bait dari suatu hal, kecuali hal itu adalah yang terbaik untuk kalian.

 

Husein tetap enggan membatalkan keberangkatannya. Abdullah bin Umar pun menangis, lalu mengatakan, “Aku titipkan engkau kepada Allah dari pembunuhan.”

 

10– Adapun di Kufah, Ubaidillah segera menyelidiki siapa dalang dari gerakan pendukung Husain. Dia menugaskan seorang agen (mata-mata) yang bernama Ma’qil untuk menyusup dalam gerakan tersebut dan mengumpulkan info.

 

11– Ma’qil kemudian menyamar sebagai seorang saudagar kaya dan mengekspresikan sokongannya kepada Husain. Dia pun berkobar-kobar akan mendanai gerakan Al Husain. Ma’qil kemudian diterima oleh Hani bin Urwah. Dari sini Ma’qil mengutip banyak informasi.

 

12– Ma’qil kemudian melapor kepada Ubaidillah. Ubaidillah langsung menangkap Hani bin Urwah dan menyiasatnya. Ubaidillah kemudian melakukan beberapa langkah yang diperlukan untuk menghentikan gerakan pendukung Husain. Dia mengumpulkan beberapa orang pemuka Kufah yang boleh dia ajak bekerjasama.

 

13– Begitu mengetahui bahawa Hani bin Urwah ditangkap oleh Ubaidillah, Muslim bin Aqil kemudian mengumpulkan penyokong Husain untuk menyerang istana Gabenor, demi membebaskan Hani. Terkumpul 4000 pasukan ketika itu.

 

14– Sampai di istana, ternyata di istana sudah banyak pemuka Kufah yang telah dibeli oleh Ubaidillah. Pemuka ini kemudian menyeru para penyokong Husain untuk meninggalkan Muslim, menakut-nakuti mereka dengan Pasukan Yazid dari negeri Syam, apabila mereka meneruskan gerakan mereka, dan menjanjikan hadiah bagi siapa yang meninggalkan Muslim bin Aqil.

 

15– Dari 4000 pasukan tinggal 30 orang saja yang masih bersama Muslim bin Aqil. Dan tidaklah matahari terbenam ketika itu, melainkan Muslim bin Aqil tinggal sendirian kehausan.

 

16– Muslim bin Aqil kemudian menumpang berteduh, dan meminta air kepada seorang wanita Kindah. Anak wanita itu lalu melapor kepada Ubaidillah bin Ziyad. Muslim pun ditangkap.

 

17– Sebelum dihukum bunuh, Muslim berwasiat kepada Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash untuk menyampaikan pesan kepada Husain, agar tidak pergi ke Kufah. Muslim lalu dipenggal oleh Ubaidillah bin Ziyad.

 

Isi surat Muslim kepada Husain adalah :

 

“Pergilah, pulanglah kepada keluargamu! Jangan engkau tertipu oleh penduduk Kufah. Sesungguhnya penduduk Kufah telah berkhianat kepadamu dan juga kepadaku. Para pendusta itu tidak memiliki prinsip, pandangan dan komitmen dalam perjuangan ini.”

 

18– Di hari Tarwiyah, 8 Zulhijah, Al Husain berangkat bersama rombongannya ke Kufah. Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan utusan Umar bin Saad bin Abi Waqqash yang menyampaikan khabar dan wasiat dari Muslim bin Aqil.

 

19– Al Husain ingin kembali, namun anak-anak Muslim bin Aqil yang ikut dalam rombongan tidak terima dengan berita kematian ayah mereka. Al Husain pun kemudian melanjutkan perjalanan.

 

Setelah meneruskan keberangkatannya, datanglah khabar kepada Husein tentang tewasnya Muslim bin Aqil. Husein pun sedar bahawa keputusannya ke Iraq keliru, dan ia hendak pulang menuju Makkah atau Madinah, namun anak-anak Muslim mengatakan, “Janganlah engkau pulang, sampai kita menuntut hukum atas terbunuhnya ayah kami.”

 

20– Di Al Qadishiyyah, rombongan Al Husain bertemu dengan 1000 pasukan yang dikirim oleh Ubaidillah bin Ziyad di bawah pimpinan Al Hurr bin Yazid. Al Hurr bin Yazid melakukan usaha pemujukan kepada Husain agar tidak melanjutkan perjalanan. Husain tetap berkeras melanjutkan perjalanan.

 

Bertemulah Al-Hurru dengan Husein di Qadisiyah, ia mencoba menghalangi Husein agar tidak masuk ke Kufah. Husein mengatakan, “Celakalah ibumu, menjauhlah dariku.”

 

Al-Hurru menjawab, “Demi Allah, kalau saja yang mengatakan itu adalah orang selainmu akan aku balas dengan menghinanya dan menghina ibunya, tapi apa yang akan aku katakan kepadamu, ibumu adalah wanita yang paling mulia, radhiyallahu ‘anha.”

 

21– Husain singgah di suatu tempat. Dia bertanya nama tempat tersebut. Ternyata namanya Karbala. Kata Husain: “Ini adalah tempatnya karbun dan bala’, musibah dan bencana”

 

22– Di Karbala, rombongan Husain didatangi oleh 4000 pasukan yang dipimpin oleh Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash. Terjadi negosiasi antara Umar dan Husain. Husain meminta agar dia diperbolehkan memilih tiga perkara:

 

1. Kembali ke Makkah

2. Ke Syam untuk membaiah Yazid

3. Ke perbatasan negeri kaum Muslimin

 

23– Umar pun kemudian mengirimkan utusan untuk menyampaikan pilihan tersebut kepada Ubaidillah bin Ziyad.

 

24– Ubaidillah tidak berkeberatan dengan usul Husain, sampai ada seorang pembisik bernama Syamr bin DzilJausyan yang memprovokasi, agar Husain datang dulu ke istana sebagai bukti ketundukan kepada Ubaidillah.

 

25– Al Husain menolak perintah Ubaidillah. Terjadilah peperangan yang tidak seimbang pada hari Asyura (10 Muharam). Rombongan Husain yang berjumlah 72 orang harus berhadapan dengan 5000 pasukan Ubaidillah.

 

26– Sebelum berperang, mereka sempat solat berjemaah Zuhur dan Asar, dengan Al Husain sebagai imam.

 

27– Al Hurr bin Yazid yang sebelumnya bahagian dari pasukan Ubaidillah, memilih bergabung dengan Husain.

 

28– Meletuslah pertempuran. Seluruh rombongan Husain gugur. Banyak di antara mereka merupakan anak cucu dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu. Husain sendiri menjadi orang yang terakhir gugur.

 

29- Orang-orang Kufah merasa takut dan segan untuk membunuhnya, masih tersisa sedikit rasa hormat mereka kepada darah keluarga Nabi Muhammad .

 

30–Namun ada seorang laki-laki yang bernama Amr bin Dzil Jausyan -semoga Allah menghinakannya- melemparkan panah lalu mengenai Husain hingga terjatuh, lalu orang-orang menghentam beliau. Husain akhirnya syahid, semoga Allah meredhainya.

 

31- Berita gugurnya Husain sampai kepada Yazid. Dia menangis tersedu-sedu menyesalkan kejadian ini, dan kemudian melaknat Ubaidillah yang telah berbuat melampaui  batas (derhaka) kepada Al Husain. Kerana Mu’awiyah berpesan agar berbuat baik kepada kerabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, saat mendengar kabar bahawa Husain dibunuh, mereka sekeluarga menangis dan melaknat ‘Ubaidullah. Hanya saja dia tidak menghukum dan mengqisas ‘Ubaidullah, sebagai wujud pembelaan terhadap Husain secara tegas.

 

Jadi memang benar, Husain Radhiyallahu ‘anhuma dibunuh dan kepalanya dipotong, penusukan kepala Husain di Iraq, tapi riwayat yang dibawakan oleh beberapa orang menyebutkan bahawa Yazid memerintahkan ‘Ubaidullah untuk membunuh Husain, tentang kepalanya diarak, wanita-wanita dinaikkan kendaraan tanpa pelana dan dirampas, semuanya dhaif (lemah). (Minhjus Sunnah 4/517 dan 554, 556).

 

32- Ada yang mengatakan Amr bin Dzil Jausyan lah yang memotong kepala Husain sedangkan dalam riwayat lain, orang yang memenggal kepala Husein adalah Sinan bin Anas an Nakhaie, Allahu a’lam. Yang perlu kita ketahui bahawasanya Ubaidullah bin Ziyad, Amr bin Dzil Jausyan, dan Sinan bin Anas adalah pembela Ali (Syiah nya Ali) di Perang Siffin.

 

Di antara ahlul bait yang terbunuh bersama Husain adalah :

 

·         Anak-anak Ali bin Abi Thalib: Abu Bakar, Muhammad, Utsman, Ja’far, dan Abbas.

·         Anak-anak Husein bin Ali: Ali Al-Akbar dan Abdullah.

·         Anak-anak Hasan bin Ali: Abu Bakar, Abdullah, Qasim.

·         Anak-anak Aqil bin Abi Thalib: Ja’far, Abdullah, Abdurrahman, dan Abdullah bin Muslim bin Aqil.

·         Anak-anak dari Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib: ‘Aun dan Muhammad.

 

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahawasanya Jibril datang kepada Nabi yang mulia , Jibril mengatakan, “Apakah engkau mencintai Husain wahai Muhammad?” Nabi menjawab, “Tentu” Jibril melanjutkan, “Sesungguhnya umatmu akan membunuhnya. Kalau engkau mahu, akan aku tunjukkan tempat dimana ia akan terbunuh.” Kemudian Nabi diperlihatkan tempat tersebut, sebuah tempat yang dinamakan Karbala. (HR. Ahmad dalam Fadhailu Ash-Sahabah).

 

Posisi Yazid bin Muawiyah dalam Peristiwa Karbala

 

Dalam permasalahan ini, Yazid sama sekali tidak turut campur. Kita mengatakan hal ini bukan untuk membela Yazid tetapi hanya untuk mendudukkan permasalahan yang sebenarnya.

 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,  Yazid bin Muawiyah tidak memerintahkan untuk membunuh Husain. Ini adalah kesepatakan para ahli sejarah. Yazid hanya memerintahkan Ubaidullah bin Ziyad agar mencegah Husain untuk memasuki wilayah Iraq.

 

Ketika Yazid mendengar tewasnya Husain, Yazid pun terkejut dan menangis. Setelah itu Yazid memuliakan keluarga Husain dan mengamankan anggota keluarga yang tersisa sampai ke daerah mereka.

 

Adapun riwayat yang menyatakan bahawa Yazid merendahkan perempuan-perempuan Ahlul Bait lalu membawa mereka ke Syam, ini adalah riwayat yang batil. Bani Umayyah (keluarga Yazid) selalu memuliakan Bani Hasyim (keluarga Rasulullah ).

 

Sebelumnya Yazid telah mengirim surat kepada Husain ketika di Makkah, ternyata saat surat itu tiba Husain telah berangkat menuju Iraq. Surat itu berisikan syair dari Yazid untuk melunakkan hati Husain agar tidak berangkat ke Iraq dan Yazid juga menyatakan kedekatan kekerabatan mereka.

 

Ibu saudara Yazid, Ummu Habibah adalah isteri Rasulullah dan datuk Yazid dan Husein adalah saudara kembar.

 

Tidak ada riwayat yang sahih yang menyatakan bahawa kepala Husein dikirim kepada Yazid di Syam. Husain wafat di Karbala dan kepalanya didatangkan kepada Ubaidullah bin Ziyad. Tidak diketahui dimana makamnya dan makam kepalanya. Wallahu Ta’ala A’lam.

 

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنِي حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أُتِيَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ بِرَأْسِ الْحُسَيْنِ فَجُعِلَ فِي طَسْتٍ فَجَعَلَ يَنْكُتُ وَقَالَ فِي حُسْنِهِ شَيْئًا فَقَالَ أَنَسٌ كَانَ أَشْبَهَهُمْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَخْضُوبًا بِالْوَسْمَةِ

 

Aku diberitahu oleh Muhammad bin Husain bin Ibrahim, dia mengatakan : aku diberitahu oleh Husain bin Muhammad, kami diberitahu oleh Jarir dari Muhammad dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan : Kepala Husain dibawa dan didatangkan kepada ‘Ubaidullah bin Ziyad. Kepala itu ditaruh di bejana. Lalu ‘Ubaidullah bin Ziyad menusuk-nusuk (dengan pedangnya) seraya berkomentar sedikit tentang ketampanan Husain. Anas Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Diantara Ahlul bait, Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Saat itu, Husain Radhiyallahu ‘anhu diwarnakan rambutnya dengan wasmah (tumbuhan, sejenis herba yang condong ke warna hitam)(HR. Bukhari no. 3748).

 

Lalu ‘Ubaidullah yang derhaka ini kemudian menusuk-nusuk hidung, mulut dan gigi Husain, padahal di situ ada Anas bin Mâlik, Zaid bin Arqam dan Abu Barzah al-Aslami Radhiyallahu ‘anhum. Anas Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Singkirkan pedangmu dari mulut itu, kerana aku pernah melihat mulut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium mulut itu!” Mendengarnya, orang durhaka ini mengatakan, “Seandainya saya tidak melihatmu sudah tua renta yang akalnya sudah rosak, maka pasti kepalamu saya penggal.”

 

Dalam riwayat at- Tirmidzi dan Ibnu Hibban dari Hafshah binti Sirîn dari Anas Radhiyallahu ‘anhu dinyatakan :

 

 فَجَعَلَ يَقُوْلُ بِقَضِيْبٍ لَهُ فِي أَنْفِهِ

 

Lalu ‘Ubaidullah mulai menusukkan pedangnya ke hidung Husain Radhiyallahu ‘anhu (Fathul Bari 7/120)

 

Dalam riwayat ath-Thabarani rahimahullah dari hadith Zaid bin Arqam Radhiyallahu ‘anhu :

 

 فَجَعَلَ قَضِيْبًا فِي يَدِهِ فِي عَيْنِهِ وَأَنْفِهِ فَقُلْتُ ارْفَعْ قَضِيْبَكَ فَقَدْ رَأَيْتُ فَمَّ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَوْضِعِهِ

 

Lalu dia mulai menusukkan pedang yang di tangannya ke mata dan hidung Husain Radhiyallahu ‘anhu. Aku (Zaid bin Arqam) mengatakan, “Angkat pedangmu, sungguh aku pernah melihat mulut Rasulullah (mencium) tempat itu“.(Fathul Bari 7/120)

 

Demkian juga riwayat yang disampaikan lewat jalur Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu :

 

 فَقُلْتُ لَهُ إِنِّي رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَلْثِمُ حَيْثُ تَضَعُ قَضِيْبَكَ , قَالَ : ” فَانْقَبَضَ

 

Aku (Anas bin Malik) mengatakan kepadanya, Sungguh aku telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium tempat dimana engkau menaruh pedangmu itu.” Lalu Ubaidullah mengangkat pedangnya. (FAthul bari 7/120).

 

 

Menyikapi peristiwa Karbala

 

Menyikapi peristiwa wafatnya Husain Radhiyallahu ‘anhuma, umat manusia terbagi menjadi tiga golongan. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, “Dalam menyikapi peristiwa pembunuhan Husain Radhiyallahu ‘anhuma, manusia terbagi menjadi tiga :

 

Golongan Pertama :

 

Mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhuma itu merupakan tindakan benar. Kerana Husain Radhiyallahu ‘anhuma ingin memecah belah kaum muslimin.

 

 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 

 مَنْ جَاءَكُمْ وَأَمْرُكُمْ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيْدُ أَنْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوْهُ

 

Jika ada orang yang mendatangi kalian dalam keadaan urusan kalian berada dalam satu pemimpin lalu pendatang hendak memecah belah jama’ah kalian, maka bunuhlah dia [HR. Muslim no. 1852]

 

Kelompok pertama ini mengatakan bahawa Husain Radhiyallahu ‘anhuma datang saat urusan kaum muslimin berada di bawah satu pemimpin (iaitu Yazid bin Muawiyah) dan Husain Radhiyallahu ‘anhuma hendak memecah belah umat. Sebahagian lagi mengatakan bahawa Husain Radhiyallahu ‘anhuma merupakan orang pertama yang memberontak kepada penguasa. Kelompok ini melampaui batas, sampai berani menghinakan Husain Radhiyallahu ‘anhuma. Inilah kelompok ‘Ubaidullah bin Ziyad, Hajjaj bin Yusuf dan lain-lain. Sedangkan Yazid bin Muâwiyah rahimahullah tidak seperti itu. Meskipun tidak menghukum ‘Ubaidullah, namun ia tidak menghendaki pembunuhan ini.

 

Golongan Kedua :

 

Mereka mengatakan Husain Radhiyallahu ‘anhu adalah imam yang wajib ditaati ; tidak boleh menjalankan suatu perintah kecuali dengan perintahnya; tidak boleh melakukan solat jamaah kecuali di belakangnya atau orang yang ditunjuknya, baik solat lima waktu ataupun solat Jumaat dan tidak boleh berjihad melawan musuh kecuali dengan izinnya dan lain sebagainya [Minhajus Sunnah 4/553].  

 

Kelompok pertama dan kedua ini berkumpul di Irak. Hajjaj bin Yusuf adalah pemimpin golongan pertama. Ia sangat benci kepada Husain Radhiyallahu ‘anhuma dan merupakan orang yang zalim.

 

Sementara kelompok kedua dipimpin oleh Mukhtar bin Abi ‘Ubaid yang mengaku mendapat wahyu dan sangat fanatik dengan Husain Radhiyallahu ‘anhuma. Orang inilah yang memerintahkan pasukannya agar menyerang dan membunuh ‘Ubaidullah bin Ziyad dan memenggal kepalanya.

 

Golongan Ketiga :

 

Iaitu Ahlussunnah wal Jama’ah yang tidak sejalan dengan pendapat golongan pertama, juga tidak dengan pendapat golongan kedua. Mereka mengatakan bahawa Husain Radhiyallahu ‘anhuma terbunuh dalam keadaan terzalimi dan mati syahid. Inilah keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah, yang selalu berada di tengah antara dua kelompok. Ahlussunnah mengatakan Husain Radhiyallahu ‘anhuma bukanlah pemberontak. Sebab, kedatangannya ke Irak bukan untuk memberontak. Seandainya mahu memberontak, beliau Radhiyallahu ‘anhuma boleh mengerahkan penduduk Mekah dan sekitarnya yang sangat menghormati dan menghargai beliau Radhiyallahu ‘anhuma. Kerana, saat beliau Radhiyallahu ‘anhuma di Mekah, kewibaannya mengalahkan wibawa para Sahabat lain yang masih hidup pada masa itu di Mekah. Beliau Radhiyallahu ‘anhuma seorang alim dan ahli ibadah. Para Sahabat sangat mencintai dan menghormatinya. Kerana beliaulah Ahli Bait yang paling besar. Jadi Husain Radhiyallahu ‘anhuma sama sekali bukan pemberontak. Oleh kerana itu, ketika dalam perjalanannya menuju Irak dan mendengar sepupunya Muslim bin ‘Aqil dibunuh di Irak, beliau Radhiyallahu ‘anhuma berniat untuk kembali ke Mekkah. Akan tetapi, beliau Radhiyallahu ‘anhuma ditahan dan dipaksa oleh penduduk Irak untuk berhadapan dengan pasukan ‘Ubaidullah bin Ziyad. Akhirnya, beliau Radhiyallahu ‘anhuma tewas terbunuh dalam keadaan terzalimi dan mati syahid.

 

 

Rujukan

 

Hiqbah minat Tarikh, DR Utsman Khumais

 

Ashr Ad Daulatain, Prof. DR. Ali Shallabi

 

Al Alam al Islami fil Ashr Al Umawi, Prof. DR. Abdusy Syafi Muhammad Abdil Lathif

 

Mausu’ah Al-Hasan wa Al-Husain Radhiyallahu ‘Anhuma,  Dr. Hasan Al-Husain 

 

Kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah, Ibnu Katsir

 

Minhjus Sunnah, Ibnu Taimiyah

No comments:

Post a Comment

Kisah hamil perempuan mandul di zaman nabi musa as

  Matan kisah   Seorang wanita telah datang kepada Nabi Musa. Wanita itu berkata: “Doalah kepada Tuhanmu agar mengurniakan kepadaku seor...