MASIH banyak kaum
muslimin belum memahami peristiwa syahidnya Husain bin Ali, cucu Rasulullah ﷺ di Padang Karbala dengan benar. Sebagian kaum muslimin
menjadikan tulisan orang-orang Syiah tentang peristiwa Karbala ini sebagai
rujukan.
Maka penting sekali untuk kita
kaji peristiwa Karbala ini dalam perspektif Ahlus Sunnah wal Jama’ah, agar kita
mengetahui yang sebenarnya dengan menjadikan kitab-kitab para ulama Ahlus
Sunnah wal Jama’ah sebagai rujukan.
Berkaitan dengan peristiwa
Karbala, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan:
Orang-orang yang meriwayatkan
pertikaian Husain Radhiyallahu ‘anhu telah memberikan tambahan dusta yang
sangat banyak, sebagaimana juga mereka telah membubuhkan dusta pada peristiwa
pembunuhan terhadap ‘Utsman Radhiyallahu ‘anhu, sebagaimana mereka juga
memberikan tambahan cerita (dusta) pada peristiwa-peristiwa yang ingin mereka
besar-besarkan, seperti dalam riwayat mengenai peperangan, kemenangan dan lain
sebagainya. Para penulis tentang berita pembunuhan Husain Radhiyallahu ‘anhu,
ada diantara mereka yang merupakan ahli ilmu (ulama) seperti al-Baghawi
rahimahullah dan Ibnu Abi Dunya dan lain sebagainya. Namun demikian, diantara
riwayat yang mereka bawakan ada yang terputus sanadnya. Sedangkan yang
membawakan cerita tentang peristiwa ini dengan tanpa sanad, kedustaannya sangat
banyak (Minhaj Sunnah 4/556).
Oleh kerana itu dalam pembahasan
tentang peristiwa ini perlu diperhatikan sanadnya.
Kronologi:
1– Tahun 60 H, Muawiyyah
meninggal dunia. Tampuk Kekhilafahan diberikan kepada putranya Yazid.
2– Di Madinah, para utusan Yazid
bin Muawiyah meminta para sahabat untuk memberikan baiah kepada Yazid. Abdullah
bin Zubair dan Husain bin Ali radhiyallahu anhum menolak. Secara diam-diam
mereka pergi ke Makkah.
3– Di Makkah, Al Husain mendapatkan
500 surat yang berisi sokongan masyarakat Kufah atas diri beliau untuk menjadi
khalifah. Husain kemudian mengutus sepupunya yang bernama Muslim bin Aqil bin
Abi Thalib untuk berangkat ke Kufah memastikan keadaan di sana.
4– Tiba di Kufah, Muslim diberi
jagaan oleh tokoh masyarakat di sana yang bernama Hani bin Urwah. Penduduk
Kufah kemudian memberikan baiah kepada Husain bin Ali melalui Muslim bin Aqil.
5– An Nu’man bin Basyir yang
menjadi Gabenor Kufah ketika itu tidak melakukan apa-apa terhadap gerakan
Muslim bin Aqil. Para penyokong Yazid melaporkan hal ini kepada Yazid sehingga
Yazid menggantikan An Nu’man bin Basyir dengan Ubaidillah bin Ziyad.
6– Ubaidillah bin Ziyad adalah Gabenor
Basrah, dengan pelantikan ini kekuasaannya diperluas sampai ke Kufah.
7– Ubaidillah kemudian pergi ke
Kufah untuk mengambil alih tugas dari An Nu’man bin Basyir. Di Kufah
orang-orang mengalu-alukan Ubaidillah, mereka mengira Ubaidillah adalah Al
Husain yang baru tiba. Dari sini Ubaidillah menyedari, bahawa perkara penduduk
Kufah tidak boleh dianggap enteng.
8– Muslim bin Aqil setelah
memastikan taatsetia penduduk Kufah, dia mengirimkan utusan kepada Al Husain
bin Ali agar segera berkumpul dengan mereka di Kufah.
9– Al Husain bin Ali kemudian
bersiap-siap untuk menuju Kufah. Para sahabat yang mulia seperti Abdullah bin
Abbas, Abdullah bin Umar, Abu Said Al Khudri, Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Amr, saudara tiri Husein, Muhammad
Al-Hanafiyah dan lain-lain berusaha untuk menghalangi, tetapi Al Husain tetap
berkeras untuk berangkat.
Abu Sa’id Al-Khudri
radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
Sesungguhnya aku adalah seorang
penasihat untukmu, dan aku sangat menyayangimu. Telah sampai berita bahawa
orang-orang yang mengaku sebagai pembelamu di Kufah menulis surat kepadamu.
Mereka mengajakmu untuk bergabung bersama mereka, janganlah engkau pergi
bergabung bersama mereka kerana aku mendengar ayahmu -Ali bin Abi Thalib-
mengatakan tentang penduduk Kufah, “Demi Allah, aku bosan dan benci kepada
mereka, demikian juga mereka bosan dan benci kepadaku. Mereka tidak memiliki
sikap memenuhi janji sedikit pun. Niat dan kesungguhan mereka tidak ada dalam
suatu permasalahan, mereka sangat mudah sekali berubah. Mereka juga bukan
orang-orang yang sabar ketika menghadapi pedang, mereka semua adalah penakut.
Abdullah bin Umar radhiyallahu
‘anhu mengatakan:
Aku hendak menyampaikan kepadamu
beberapa kalimat. Sesungguhnya Jibril datang kepada Nabi ﷺ. Kemudian memberikan dua pilihan kepada beliau antara dunia dan
akhirat, maka beliau memilih akhirat dan tidak mengiginkan dunia. Engkau adalah
darah dagingnya, demi Allah tidaklah Allah memberikan atau menghindarkan kalian
wahai Ahlul Bait dari suatu hal, kecuali hal itu adalah yang terbaik untuk kalian.
Husein tetap enggan membatalkan
keberangkatannya. Abdullah bin Umar pun menangis, lalu mengatakan, “Aku
titipkan engkau kepada Allah dari pembunuhan.”
10– Adapun di Kufah, Ubaidillah
segera menyelidiki siapa dalang dari gerakan pendukung Husain. Dia menugaskan
seorang agen (mata-mata) yang bernama Ma’qil untuk menyusup dalam gerakan
tersebut dan mengumpulkan info.
11– Ma’qil kemudian menyamar
sebagai seorang saudagar kaya dan mengekspresikan sokongannya kepada Husain.
Dia pun berkobar-kobar akan mendanai gerakan Al Husain. Ma’qil kemudian
diterima oleh Hani bin Urwah. Dari sini Ma’qil mengutip banyak informasi.
12– Ma’qil kemudian melapor
kepada Ubaidillah. Ubaidillah langsung menangkap Hani bin Urwah dan menyiasatnya.
Ubaidillah kemudian melakukan beberapa langkah yang diperlukan untuk
menghentikan gerakan pendukung Husain. Dia mengumpulkan beberapa orang pemuka
Kufah yang boleh dia ajak bekerjasama.
13– Begitu mengetahui bahawa Hani
bin Urwah ditangkap oleh Ubaidillah, Muslim bin Aqil kemudian mengumpulkan penyokong
Husain untuk menyerang istana Gabenor, demi membebaskan Hani. Terkumpul 4000
pasukan ketika itu.
14– Sampai di istana, ternyata di
istana sudah banyak pemuka Kufah yang telah dibeli oleh Ubaidillah. Pemuka ini
kemudian menyeru para penyokong Husain untuk meninggalkan Muslim,
menakut-nakuti mereka dengan Pasukan Yazid dari negeri Syam, apabila mereka
meneruskan gerakan mereka, dan menjanjikan hadiah bagi siapa yang meninggalkan
Muslim bin Aqil.
15– Dari 4000 pasukan tinggal 30
orang saja yang masih bersama Muslim bin Aqil. Dan tidaklah matahari terbenam
ketika itu, melainkan Muslim bin Aqil tinggal sendirian kehausan.
16– Muslim bin Aqil kemudian
menumpang berteduh, dan meminta air kepada seorang wanita Kindah. Anak wanita
itu lalu melapor kepada Ubaidillah bin Ziyad. Muslim pun ditangkap.
17– Sebelum dihukum bunuh, Muslim
berwasiat kepada Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash untuk menyampaikan pesan kepada
Husain, agar tidak pergi ke Kufah. Muslim lalu dipenggal oleh Ubaidillah bin
Ziyad.
Isi surat Muslim
kepada Husain adalah :
“Pergilah, pulanglah kepada
keluargamu! Jangan engkau tertipu oleh penduduk Kufah. Sesungguhnya penduduk
Kufah telah berkhianat kepadamu dan juga kepadaku. Para pendusta itu tidak
memiliki prinsip, pandangan dan komitmen dalam perjuangan ini.”
18– Di hari Tarwiyah, 8 Zulhijah,
Al Husain berangkat bersama rombongannya ke Kufah. Di tengah perjalanan, dia
bertemu dengan utusan Umar bin Saad bin Abi Waqqash yang menyampaikan khabar
dan wasiat dari Muslim bin Aqil.
19– Al Husain ingin kembali,
namun anak-anak Muslim bin Aqil yang ikut dalam rombongan tidak terima dengan
berita kematian ayah mereka. Al Husain pun kemudian melanjutkan perjalanan.
Setelah meneruskan keberangkatannya,
datanglah khabar kepada Husein tentang tewasnya Muslim bin Aqil. Husein pun
sedar bahawa keputusannya ke Iraq keliru, dan ia hendak pulang menuju Makkah
atau Madinah, namun anak-anak Muslim mengatakan, “Janganlah engkau pulang,
sampai kita menuntut hukum atas terbunuhnya ayah kami.”
20– Di Al Qadishiyyah, rombongan
Al Husain bertemu dengan 1000 pasukan yang dikirim oleh Ubaidillah bin Ziyad di
bawah pimpinan Al Hurr bin Yazid. Al Hurr bin Yazid melakukan usaha pemujukan
kepada Husain agar tidak melanjutkan perjalanan. Husain tetap berkeras
melanjutkan perjalanan.
Bertemulah Al-Hurru dengan Husein
di Qadisiyah, ia mencoba menghalangi Husein agar tidak masuk ke Kufah. Husein
mengatakan, “Celakalah ibumu, menjauhlah dariku.”
Al-Hurru menjawab, “Demi Allah,
kalau saja yang mengatakan itu adalah orang selainmu akan aku balas dengan
menghinanya dan menghina ibunya, tapi apa yang akan aku katakan kepadamu, ibumu
adalah wanita yang paling mulia, radhiyallahu ‘anha.”
21– Husain singgah di suatu tempat.
Dia bertanya nama tempat tersebut. Ternyata namanya Karbala. Kata Husain: “Ini
adalah tempatnya karbun dan bala’, musibah dan bencana”
22– Di Karbala, rombongan Husain
didatangi oleh 4000 pasukan yang dipimpin oleh Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash. Terjadi
negosiasi antara Umar dan Husain. Husain meminta agar dia diperbolehkan memilih
tiga perkara:
1. Kembali ke Makkah
2. Ke Syam untuk membaiah Yazid
3. Ke perbatasan negeri kaum
Muslimin
23– Umar pun kemudian mengirimkan
utusan untuk menyampaikan pilihan tersebut kepada Ubaidillah bin Ziyad.
24– Ubaidillah tidak berkeberatan
dengan usul Husain, sampai ada seorang pembisik bernama Syamr bin DzilJausyan
yang memprovokasi, agar Husain datang dulu ke istana sebagai bukti ketundukan
kepada Ubaidillah.
25– Al Husain menolak perintah
Ubaidillah. Terjadilah peperangan yang tidak seimbang pada hari Asyura (10
Muharam). Rombongan Husain yang berjumlah 72 orang harus berhadapan dengan 5000
pasukan Ubaidillah.
26– Sebelum berperang, mereka
sempat solat berjemaah Zuhur dan Asar, dengan Al Husain sebagai imam.
27– Al Hurr bin Yazid yang
sebelumnya bahagian dari pasukan Ubaidillah, memilih bergabung dengan Husain.
28– Meletuslah pertempuran.
Seluruh rombongan Husain gugur. Banyak di antara mereka merupakan anak cucu
dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu. Husain sendiri menjadi orang yang
terakhir gugur.
29- Orang-orang Kufah merasa
takut dan segan untuk membunuhnya, masih tersisa sedikit rasa hormat mereka
kepada darah keluarga Nabi Muhammad ﷺ.
30–Namun ada seorang laki-laki
yang bernama Amr bin Dzil Jausyan -semoga Allah menghinakannya- melemparkan
panah lalu mengenai Husain hingga terjatuh, lalu orang-orang menghentam beliau.
Husain akhirnya syahid, semoga Allah meredhainya.
31- Berita gugurnya Husain sampai
kepada Yazid. Dia menangis tersedu-sedu menyesalkan kejadian ini, dan kemudian
melaknat Ubaidillah yang telah berbuat melampaui batas (derhaka) kepada Al Husain. Kerana
Mu’awiyah berpesan agar berbuat baik kepada kerabat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Maka, saat mendengar kabar bahawa Husain dibunuh, mereka
sekeluarga menangis dan melaknat ‘Ubaidullah. Hanya saja dia tidak menghukum
dan mengqisas ‘Ubaidullah, sebagai wujud pembelaan terhadap Husain secara tegas.
Jadi memang benar,
Husain Radhiyallahu ‘anhuma dibunuh dan kepalanya dipotong, penusukan kepala
Husain di Iraq, tapi riwayat yang dibawakan oleh beberapa orang menyebutkan bahawa
Yazid memerintahkan ‘Ubaidullah untuk membunuh Husain, tentang kepalanya
diarak, wanita-wanita dinaikkan kendaraan tanpa pelana dan dirampas, semuanya
dhaif (lemah). (Minhjus Sunnah 4/517 dan 554, 556).
32- Ada yang mengatakan Amr bin
Dzil Jausyan lah yang memotong kepala Husain sedangkan dalam riwayat lain,
orang yang memenggal kepala Husein adalah Sinan bin Anas an Nakhaie, Allahu
a’lam. Yang perlu kita ketahui bahawasanya Ubaidullah bin Ziyad, Amr bin Dzil
Jausyan, dan Sinan bin Anas adalah pembela Ali (Syiah nya Ali) di Perang Siffin.
Di antara ahlul bait
yang terbunuh bersama Husain adalah :
·
Anak-anak Ali bin Abi Thalib: Abu Bakar, Muhammad,
Utsman, Ja’far, dan Abbas.
·
Anak-anak Husein bin Ali: Ali Al-Akbar dan Abdullah.
·
Anak-anak Hasan bin Ali: Abu Bakar, Abdullah, Qasim.
·
Anak-anak Aqil bin Abi Thalib: Ja’far, Abdullah,
Abdurrahman, dan Abdullah bin Muslim bin Aqil.
·
Anak-anak dari Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib:
‘Aun dan Muhammad.
Dari Ummu Salamah radhiyallahu
‘anha bahawasanya Jibril datang kepada Nabi yang mulia ﷺ, Jibril mengatakan, “Apakah engkau mencintai Husain wahai
Muhammad?” Nabi menjawab, “Tentu” Jibril melanjutkan, “Sesungguhnya umatmu akan
membunuhnya. Kalau engkau mahu, akan aku tunjukkan tempat dimana ia akan
terbunuh.” Kemudian Nabi diperlihatkan tempat tersebut, sebuah tempat yang
dinamakan Karbala. (HR. Ahmad dalam Fadhailu Ash-Sahabah).
Posisi Yazid bin
Muawiyah dalam Peristiwa Karbala
Dalam permasalahan ini, Yazid
sama sekali tidak turut campur. Kita mengatakan hal ini bukan untuk membela
Yazid tetapi hanya untuk mendudukkan permasalahan yang sebenarnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan, Yazid bin Muawiyah tidak memerintahkan
untuk membunuh Husain. Ini adalah kesepatakan para ahli sejarah. Yazid hanya
memerintahkan Ubaidullah bin Ziyad agar mencegah Husain untuk memasuki wilayah
Iraq.
Ketika Yazid mendengar tewasnya
Husain, Yazid pun terkejut dan menangis. Setelah itu Yazid memuliakan keluarga
Husain dan mengamankan anggota keluarga yang tersisa sampai ke daerah mereka.
Adapun riwayat yang menyatakan
bahawa Yazid merendahkan perempuan-perempuan Ahlul Bait lalu membawa mereka ke
Syam, ini adalah riwayat yang batil. Bani Umayyah (keluarga Yazid) selalu
memuliakan Bani Hasyim (keluarga Rasulullah ﷺ).
Sebelumnya Yazid telah mengirim
surat kepada Husain ketika di Makkah, ternyata saat surat itu tiba Husain telah
berangkat menuju Iraq. Surat itu berisikan syair dari Yazid untuk melunakkan
hati Husain agar tidak berangkat ke Iraq dan Yazid juga menyatakan kedekatan
kekerabatan mereka.
Ibu saudara Yazid, Ummu Habibah
adalah isteri Rasulullah dan datuk Yazid dan Husein adalah saudara kembar.
Tidak ada riwayat yang sahih yang
menyatakan bahawa kepala Husein dikirim kepada Yazid di Syam. Husain wafat di Karbala
dan kepalanya didatangkan kepada Ubaidullah bin Ziyad. Tidak diketahui dimana
makamnya dan makam kepalanya. Wallahu Ta’ala A’lam.
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنِي
حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أُتِيَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ بِرَأْسِ
الْحُسَيْنِ فَجُعِلَ فِي طَسْتٍ فَجَعَلَ يَنْكُتُ وَقَالَ فِي حُسْنِهِ شَيْئًا
فَقَالَ أَنَسٌ كَانَ أَشْبَهَهُمْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَكَانَ مَخْضُوبًا بِالْوَسْمَةِ
Aku diberitahu oleh Muhammad bin
Husain bin Ibrahim, dia mengatakan : aku diberitahu oleh Husain bin Muhammad,
kami diberitahu oleh Jarir dari Muhammad dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu
‘anhu, dia mengatakan : Kepala Husain dibawa dan didatangkan kepada ‘Ubaidullah
bin Ziyad. Kepala itu ditaruh di bejana. Lalu ‘Ubaidullah bin Ziyad menusuk-nusuk
(dengan pedangnya) seraya berkomentar sedikit tentang ketampanan Husain. Anas
Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Diantara Ahlul bait, Husain adalah orang yang
paling mirip dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Saat itu, Husain
Radhiyallahu ‘anhu diwarnakan rambutnya dengan wasmah (tumbuhan, sejenis herba
yang condong ke warna hitam)(HR. Bukhari no. 3748).
Lalu ‘Ubaidullah yang derhaka ini
kemudian menusuk-nusuk hidung, mulut dan gigi Husain, padahal di situ ada Anas
bin Mâlik, Zaid bin Arqam dan Abu Barzah al-Aslami Radhiyallahu ‘anhum. Anas
Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Singkirkan pedangmu dari mulut itu, kerana aku
pernah melihat mulut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium mulut
itu!” Mendengarnya, orang durhaka ini mengatakan, “Seandainya saya tidak
melihatmu sudah tua renta yang akalnya sudah rosak, maka pasti kepalamu saya
penggal.”
Dalam riwayat at- Tirmidzi dan
Ibnu Hibban dari Hafshah binti Sirîn dari Anas Radhiyallahu ‘anhu dinyatakan :
فَجَعَلَ يَقُوْلُ بِقَضِيْبٍ لَهُ فِي أَنْفِهِ
Lalu ‘Ubaidullah
mulai menusukkan pedangnya ke hidung Husain Radhiyallahu ‘anhu (Fathul Bari
7/120)
Dalam riwayat ath-Thabarani
rahimahullah dari hadith Zaid bin Arqam Radhiyallahu ‘anhu :
فَجَعَلَ قَضِيْبًا فِي يَدِهِ فِي عَيْنِهِ وَأَنْفِهِ
فَقُلْتُ ارْفَعْ قَضِيْبَكَ فَقَدْ رَأَيْتُ فَمَّ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَوْضِعِهِ
Lalu dia mulai menusukkan pedang
yang di tangannya ke mata dan hidung Husain Radhiyallahu ‘anhu. Aku (Zaid bin
Arqam) mengatakan, “Angkat pedangmu, sungguh aku pernah melihat mulut
Rasulullah (mencium) tempat itu“.(Fathul Bari 7/120)
Demkian juga riwayat
yang disampaikan lewat jalur Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu :
فَقُلْتُ لَهُ إِنِّي رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله
عليه وسلم يَلْثِمُ حَيْثُ تَضَعُ قَضِيْبَكَ , قَالَ : ” فَانْقَبَضَ
Aku (Anas bin Malik) mengatakan
kepadanya, Sungguh aku telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mencium tempat dimana engkau menaruh pedangmu itu.” Lalu Ubaidullah mengangkat
pedangnya. (FAthul bari 7/120).
Menyikapi peristiwa
Karbala
Menyikapi peristiwa wafatnya
Husain Radhiyallahu ‘anhuma, umat manusia terbagi menjadi tiga golongan.
Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, “Dalam menyikapi peristiwa pembunuhan
Husain Radhiyallahu ‘anhuma, manusia terbagi menjadi tiga :
Golongan Pertama :
Mengatakan bahwa pembunuhan
terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhuma itu merupakan tindakan benar. Kerana
Husain Radhiyallahu ‘anhuma ingin memecah belah kaum muslimin.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
مَنْ جَاءَكُمْ وَأَمْرُكُمْ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ
يُرِيْدُ أَنْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوْهُ
Jika ada orang yang mendatangi
kalian dalam keadaan urusan kalian berada dalam satu pemimpin lalu pendatang
hendak memecah belah jama’ah kalian, maka bunuhlah dia [HR. Muslim no. 1852]
Kelompok pertama ini mengatakan
bahawa Husain Radhiyallahu ‘anhuma datang saat urusan kaum muslimin berada di
bawah satu pemimpin (iaitu Yazid bin Muawiyah) dan Husain Radhiyallahu ‘anhuma
hendak memecah belah umat. Sebahagian lagi mengatakan bahawa Husain
Radhiyallahu ‘anhuma merupakan orang pertama yang memberontak kepada penguasa.
Kelompok ini melampaui batas, sampai berani menghinakan Husain Radhiyallahu
‘anhuma. Inilah kelompok ‘Ubaidullah bin Ziyad, Hajjaj bin Yusuf dan lain-lain.
Sedangkan Yazid bin Muâwiyah rahimahullah tidak seperti itu. Meskipun tidak
menghukum ‘Ubaidullah, namun ia tidak menghendaki pembunuhan ini.
Golongan Kedua :
Mereka mengatakan Husain
Radhiyallahu ‘anhu adalah imam yang wajib ditaati ; tidak boleh menjalankan
suatu perintah kecuali dengan perintahnya; tidak boleh melakukan solat jamaah
kecuali di belakangnya atau orang yang ditunjuknya, baik solat lima waktu
ataupun solat Jumaat dan tidak boleh berjihad melawan musuh kecuali dengan
izinnya dan lain sebagainya [Minhajus Sunnah 4/553].
Kelompok pertama dan kedua ini
berkumpul di Irak. Hajjaj bin Yusuf adalah pemimpin golongan pertama. Ia sangat
benci kepada Husain Radhiyallahu ‘anhuma dan merupakan orang yang zalim.
Sementara kelompok kedua dipimpin
oleh Mukhtar bin Abi ‘Ubaid yang mengaku mendapat wahyu dan sangat fanatik
dengan Husain Radhiyallahu ‘anhuma. Orang inilah yang memerintahkan pasukannya
agar menyerang dan membunuh ‘Ubaidullah bin Ziyad dan memenggal kepalanya.
Golongan Ketiga :
Iaitu Ahlussunnah wal Jama’ah
yang tidak sejalan dengan pendapat golongan pertama, juga tidak dengan pendapat
golongan kedua. Mereka mengatakan bahawa Husain Radhiyallahu ‘anhuma terbunuh
dalam keadaan terzalimi dan mati syahid. Inilah keyakinan Ahlussunnah wal
Jama’ah, yang selalu berada di tengah antara dua kelompok. Ahlussunnah
mengatakan Husain Radhiyallahu ‘anhuma bukanlah pemberontak. Sebab,
kedatangannya ke Irak bukan untuk memberontak. Seandainya mahu memberontak,
beliau Radhiyallahu ‘anhuma boleh mengerahkan penduduk Mekah dan sekitarnya
yang sangat menghormati dan menghargai beliau Radhiyallahu ‘anhuma. Kerana,
saat beliau Radhiyallahu ‘anhuma di Mekah, kewibaannya mengalahkan wibawa para
Sahabat lain yang masih hidup pada masa itu di Mekah. Beliau Radhiyallahu
‘anhuma seorang alim dan ahli ibadah. Para Sahabat sangat mencintai dan
menghormatinya. Kerana beliaulah Ahli Bait yang paling besar. Jadi Husain
Radhiyallahu ‘anhuma sama sekali bukan pemberontak. Oleh kerana itu, ketika
dalam perjalanannya menuju Irak dan mendengar sepupunya Muslim bin ‘Aqil
dibunuh di Irak, beliau Radhiyallahu ‘anhuma berniat untuk kembali ke Mekkah.
Akan tetapi, beliau Radhiyallahu ‘anhuma ditahan dan dipaksa oleh penduduk Irak
untuk berhadapan dengan pasukan ‘Ubaidullah bin Ziyad. Akhirnya, beliau
Radhiyallahu ‘anhuma tewas terbunuh dalam keadaan terzalimi dan mati syahid.
Rujukan
Hiqbah minat Tarikh, DR Utsman
Khumais
Ashr Ad Daulatain, Prof. DR. Ali
Shallabi
Al Alam al Islami fil Ashr Al
Umawi, Prof. DR. Abdusy Syafi Muhammad Abdil Lathif
Mausu’ah Al-Hasan wa Al-Husain
Radhiyallahu ‘Anhuma, Dr. Hasan
Al-Husain
Kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah,
Ibnu Katsir
Minhjus Sunnah, Ibnu Taimiyah
No comments:
Post a Comment