Tuesday, 21 March 2023

Kata Imam Syafi’i, Tinggalkan Pendapatku Jika Menyelisihi Hadith

 

 

Ketika suatu pendapat manusia berseberangan dengan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang harus kita dahulukan adalah pendapat Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak seperti sebahagian orang ketika sudah disampaikan hadith sahih melarang ini dan itu atau memerintahkan pada sesuatu, eh dia malah mengatakan, “Tapi Pak Kyai saya bilang begini eh.” Ini beza dengan imam yang biasa jadi rujukan kaum muslimin di negeri kita. Ketika ada hadith sahih yang menyelisihi perkataannya, beliau memerintahkan untuk tetap mengikuti hadith tadi dan tinggalkan pendapat beliau.

 

Imam Asy Syafi’i berkata,

 

إذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ وَإِذَا رَأَيْت الْحُجَّةَ مَوْضُوعَةً عَلَى الطَّرِيقِ فَهِيَ قَوْلِي

 

“Jika terdapat hadith yang sahih, maka lemparlah pendapatku ke dinding. Jika engkau melihat hujjah diletakkan di atas jalan, maka itulah pendapatku [1]

 

Ar Rabie’ (murid Imam Syafi’i) bercerita, Ada seseorang yang bertanya kepada Imam Syafi’i tentang sebuah hadith, kemudian (setelah dijawab) orang itu bertanya, “Lalu bagaimana pendapatmu?”, maka gemetar dan beranglah Imam Syafi’i. Beliau berkata kepadanya,

 

أَيُّ سَمَاءٍ تُظِلُّنِي وَأَيُّ أَرْضٍ تُقِلُّنِي إِذَا رَوَيْتُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ  وَقُلْتُ بِغَيْرِهِ

 

“Langit mana yang akan menaungiku, dan bumi mana yang akan kupijak kalau sampai kuriwayatkan hadith Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian aku berpendapat lain…!?”[2]

 

Imam Syafi’i juga berkata,

 

إِذَا وَجَدْتُمْ فِي كِتَابِي خِلاَفَ سُنَّةِ رَسُولِ اللهِ  فَقُولُوا بِسُنَّةِ رَسُولِ اللهِ  وَدَعُوا مَا قُلْتُ -وفي رواية- فَاتَّبِعُوهَا وَلاَ تَلْتَفِتُوا إِلىَ قَوْلِ أَحَدٍ

 

“Jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sampaikanlah sunnah tadi dan tinggalkanlah pendapatku –dan dalam riwayat lain Imam Syafi’i mengatakan– maka ikutilah sunnah tadi dan jangan pedulikan ucapan orang.”[3]

 

كُلُّ حَدِيثٍ عَنِ النَّبِيِّ  فَهُوَ قَوْلِي وَإِنْ لَمْ تَسْمَعُوهُ مِنيِّ

 

“Setiap hadith yang diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka itulah pendapatku meski kalian tak mendengarnya dariku.”[4]

 

كُلُّ مَسْأَلَةٍ صَحَّ فِيْهَا الْخَبَرُ عَنْ رَسُولِ اللهِ عِنْدَ أَهْلِ النَّقْلِ بِخِلاَفِ مَا  قُلْتُ فَأَناَ رَاجِعٌ عَنْهَا فِي حَيَاتِي وَبَعْدَ مَوْتِي

 

“Setiap masalah yang di sana ada hadith sahihnya menurut para ahli hadith, lalu hadith tersebut bertentangan dengan pendapatku, maka aku menyatakan rujuk (meralat) dari pendapatku tadi baik semasa hidupku maupun sesudah matiku.”[5]

 

إِذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَهُوَ مَذْهَبِي وَإِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ

 

“Kalau ada hadith sahih, maka itulah mazhabku, dan kalau ada hadith sahih maka campakkanlah pendapatku ke (balik) tembok.”[6]

 

أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلىَ أَنَّ مَنِ اسْتَبَانَ لَهُ سُنَّةٌ عَنْ رَسُولِ اللهِ لَمْ يَحِلَّ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ

 

“Kaum muslimin sepakat bahawa siapa saja yang telah jelas baginya sebuah sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tak halal baginya untuk meninggalkan sunnah itu kerana mengikuti pendapat siapa pun.”[7]

 

Perkataan Imam Syafi’i di atas memiliki dasar dari dalil-dalil berikut ini di mana kita diperintahkan mengikuti Al Qur’an dan hadith dibanding perkataan lainnya. Allah Ta’ala berfirman,

 

وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

 

“Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyedarinya” (QS. Az Zumar: 55). Sebaik-baik yang diturunkan kepada kita adalah Al Quran dan As Sunnah adalah penjelas dari Al Qur’an.

 

الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ

 

“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal” (QS. Az Zumar: 18).

 

Kita sepakati bersama bahwa Al Qur’an dan As Sunnah adalah sebaik-baik perkataan dibanding perkataan si fulan.

 

وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

 

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al Hasyr: 7).

 

Dalam hadith Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati para sahabat radhiyallahu ‘anhum,

 

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

 

“Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rasyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.”[8]

 

Semoga kata-kata Imam Syafi’i  di atas menjadi teladan bagi kita dalam berilmu dan beramal. Tidak membuat kita jadi fanatik dan taklid buta pada suatu mazhab. Boleh saja kita menjadikan mazhab Syafi’i sebagai jalan mudah dalam memahami hukum Islam. Namun ingat, ketika pendapat mazhab bertentangan dengan dalil, maka dahulukanlah dalil.

 

 

Rujukan

 

[1] Majmu’ Al Fatawa, 20/211.

 

[2] Hilyatul Auliya’, 9/07.

 

[3] Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1/63.

 

[4] Siyar A’lam an-Nubala’, 10/35.

 

[5] Hilyatul Awliya’, 9/107.

 

[6] Siyar A’lam an-Nubala’, 10/35.

 

[7] I’lamul Muwaqi’in, 2/282.

 

[8] HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676. Syeikh Al Albani menyatakan hadith ini sahih

No comments:

Post a Comment

Kisah hamil perempuan mandul di zaman nabi musa as

  Matan kisah   Seorang wanita telah datang kepada Nabi Musa. Wanita itu berkata: “Doalah kepada Tuhanmu agar mengurniakan kepadaku seor...