Wednesday, 11 March 2020

Sombong yang dibenarkan Islam




Secara umumnya sikap sombong itu adalah dilarang dalam agama.


Dalam satu hadith riwayat Muslim (no. 275) daripada Ibn Mas'ud radhiallahu'anhu daripada Nabi shallallahu'alaihiwasallam, sabda Baginda:

" لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ " .

Tidak akan masuk ke dalam syurga sesiapa yang di dalam hatinya ada seberat zarah daripada sifat sombong.

قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً .

Seorang sahabat bertanya: Sesungguhnya ada orang suka memakai pakaian dan kasut yang elok.

قَالَ " إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ

Baginda menjawab: Sesungguhnya Allah itu cantik dan menyukai kecantikan.

الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ " .

Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.

Di dalam hadith tersebut, Baginda shallallahu'alaihiwasallam menunjukkan kepada dua jenis kesombongan, iaitu:

1- Sombong hingga menolak kebenaran.
2- Sombong dengan merendah-rendahkan orang lain.


Tetapi terdapat jenis sombongan yang dibenarkan. Antaranya:-

1.            Kesombongan di depan pasukan orang kafir ketika perang, untuk menghinakan mereka.

Pada saat perang uhud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan sebuah pedang untuk para sahabatnya,

“Siapa yang mau mengambil pedang ini dengan menunaikan haknya?”
Kemudian Abu Dujanah bertanya, “Apa haknya Ya Rasulullah?”

“Engkau menebas leher-leher musuh sampai mereka terpukul mundur.” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kemudian berangkatlah Abu Dujanah, dan dia berjalan menunjukkan keangkuhannya di depan pasukan musyrikin. Melihat itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkomentar,

إِنَّهَا مِشْيَةٌ يُبْغِضُهَا اللَّهُ إِلا فِي هَذَا الْمَوْضِعِ

Ini cara berjalan yang dibenci Allah, kecuali jika dilakukan di tempat seperti ini (jihad). (HR. at-Thabarani, Mu’jam al-Kabir no. 6508-dhaiful isnad).

Dalam riwayat di atas, Rasulullah mengizinkan berjalan dengan gaya lagak, lalu menunjukkan bolehnya sombong saat perang.


فَأَمَّا الْخُيَلاَءُ الَّتِى يُحِبُّ اللَّهُ فَاخْتِيَالُ الرَّجُلِ نَفْسَهُ عِنْدَ الْقِتَالِ

 “Adapun kesombongan yang dicintai Allah adalah kesombongan seorang lelaki pada saat perang…” (HR. Abu Daud no. 2659, Ahmad 5/446, an-Nasaie 5/78, ad-Darimi 2/149- hasan)

Al-Qarafi dalam “Anwar Al-Buruq” bahkan menegaskan bahwa sombong dalam perang hukumnya bukan hanya boleh atau dianjurkan tetapi wajib.

Sombong dalam perang itu justru bermanfaat untuk jihad, Islam dan kaum muslimin. Menyombongi orang kafir dalam medan jihad akan membuat Islam menjadi mulia, memacu semangat mujahidin, mematahkan semangat orang-orang kafir dan menimbulkan ketakutan serta kegentaran pada hati mereka (Aunul Mabud 6/91/ Terj. Raudhatul Muhibbin hal. 16).

2.            Kesombong ketika bersedekah

Dasarnya adalah sambungan dari hadith di atas,

فأمّا الخُيَلاءُ الَّتي يُحِبُّ اللهُ فاختيالُ الرَّجُلِ نَفْسَهُ عند القتالِ، واختيالُهُ عند الصَّدقةِ

 Adapun kesombongan yang dicintai Allah adalah kesombongan seorang lelaki pada saat perang) dan kesombongannya saat bersedekah…” (HR. Abu Daud no. 2659, Ahmad 5/446, an-Nasaie 5/78, ad-Darimi 2/149- hasan)

Sombong pada ketika bersedekah ini janganlah disalah fahami. Maksud sombong pada saat bersedekah bukan berbangga-bangga dan mempamerkan kepada manusia kerana sedekahnya, tetapi maksudnya adalah sombong terhadap harta yang dikeluarkan itu. Dia tidak mengendaklan sama sekali jumlah harta yang dia sedekahkan, merasa tidak perlu kepadanya dan menghinakannya sehingga dia sama sekali tidak berasa sayang ketika mengeluarkannya. Pada saat dia mengeluarkan dengan jumlah banyak sekalipun rasanya masih terasa sedikit saja. Dalam batinnya seakan-akan dia berkata, “kalaupun aku memberi banyak, yang diberikan Allah kepadaku masih jauh lebih banyak, dan aku yakin yang disimpankan Allah untukku jauh lebih banyak lagi”. Ini mendorong mereka memberi sedekah dengan rasa yang ikhlas agar orang lain boleh mencontohi perbuatannya. (Aunul Mabud 6/91; Terj. Washya Luqmanul hakim min al-Kitab wa as-Sunnah hal. 130).



Rujukan

http://irtaqi.net/2017/12/01/kapan-boleh-sombong/

Majdi Muhammad as-Syahawi. 2007. Washya Luqmanul hakim min al-Kitab wa as-Sunnah hal 130. Terj. Gema Insani, Depok.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah, 2016. Raudhatul Muhibbin hal. 16. Terj. Qisthi Press, Jakarta.

https://majles.alukah.net/t72230/

No comments:

Post a Comment

Kisah hamil perempuan mandul di zaman nabi musa as

  Matan kisah   Seorang wanita telah datang kepada Nabi Musa. Wanita itu berkata: “Doalah kepada Tuhanmu agar mengurniakan kepadaku seor...