Wednesday 8 January 2020

Kisah kewafatan Nabi saw yang tidak sahih



Kisah tular


Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.

Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku,
hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku - peliharalah solat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku" Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.



Takhrij

Hadith yang panjang ini diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 3/58, lalu darinya diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Hilyatul Aulia, 4/74, melalui jalurnya. Juga diriwyatkan oleh Ibnu Jauzi dalam kitabnya Al-Maudhu’at, 1/295.

Dia berkata, ‘Telah menyampaikan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Barra, telah menyampaikan kepada kami Abdulmunim bin Idris bin Sinan, dari bapaknya dari Wahab bin Munabih, dari Jabir bin Abdullah dan Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma.

Al-Haithami berkata setelah menyampaikan hadith ini (8/605), “Diriwayatkan oleh Thabrani, di dalam sanadnya terdapat Abdulmunim bin Idris, dia dikenal sebagai pendusta dan pemalsu hadith.”

Ibnu Al-Jauzi berkata dalam kitab Al-Maudhuat (1/301), “Ini adalah hadith maudhu (palsu), semoga Allah membalas dan menistakan orang yang memalsukannya dan merendahkan syariat dengan mencampuradukkan masalah ini serta pembicaraan yang tidak sesuai bagi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan juga terhadap sahabatnya.

Perawi bernama Abdulmunim bin Idris, berkata Ahmad tentangnya, ‘Dia pernah berdusta terhadap Wahab.’ Yahya berkata, ‘Pendusta busuk.’ Ibnu Madini dan Abu Daud berkata, ‘Tidak tsiqah.’ Ibnu Hibban berkata, ‘Tidak halal berdalil dengannya.’ Daruquthni berkata, ‘Dia dan bapaknya diabaikan.’

Demikian pula disebutkan dalam kitab Al-Maudhu’at oleh As-Suyuthi dalam Alla’aali’ Al-Mudhu’ah (1/257) dan Ibnu Iraq dalam Tanzih Asy-Syariah (1/330) serta oleh Asy-Syaukani dalam kitab Al-Fawaid Al-Majmuah, hal. 324.


Rujukan

Fatwa Soaljawab Islam no. 100100

No comments:

Post a Comment

Hadith kelebihan solat di dalam Hijir Ismail

  Hadith kelebihan solat di dalam Hijir Ismail Matan hadith أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لأبي هريرة رضي الله عنه: " إن ...